Kamis, 16 Februari 2012

MENGKUFURI SUAMI DAN HUKUM MAKSIAT DI JAMAN JAHILIYAH

KITAB IMAN

Bab Ke-20: Mengkufuri Suami, dan Kekufuran di Bawah Kekufuran

Dalam bab ini terdapat riwayat Abu Said dari Nabi saw. (Saya katakan, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya sepotong dari hadits Ibnu Abbas yang akan disebutkan pada [16 - al-Kusuf / 8 - Bab])."

Bab Ke-21: Kemaksiatan
Termasuk Perbuatan Jahiliah, dan Pelakunya tidak Dianggap Kafir Kecuali Jika Disertai dengan Kemusyrikan, mengingat sabda Nabi saw.,
"'Sesungguhnya kamu adalah orang yang ada sifat kejahiliahan dalam dirimu'."
Dan firman Allah Ta'ala,
'Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya'." (an-Nisaa: 48)

SALAM SEBAGIAN DARI IMAN

KITAB IMAN

Bab ke-19: Salam Termasuk Bagian Dari Islam

9.[*] Ammar berkata, "Ada tiga perkara yang barangsiapa yang dapat mengumpulkan ketiga hal itu dalam dirinya, maka ia telah dapat mengumpulkan keimanan secara sempurna. Yaitu,
memperlakukan orang lain sebagaimana engkau suka dirimu diperlakukan oleh orang lain, memberi salam terhadap setiap orang (yang engkau kenal maupun yang tidak engkau kenal), dan mengeluarkan infak di jalan Allah, meskipun hanya sedikit."

(Saya [Al-Albani] mengisnadkan dalam bab ini hadits yang telah disebutkan di muka pada nomor 9 [bab 5]).
―――――
[*] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Iman (131) dengan sanad sahih dari Ammar secara mauquf. Lihat takhrijnya di dalam catatan kaki saya terhadap kitab Al-Kalimuth Thayyib nomor 142, terbitan Al-Maktabul-Islami.

NIAT KEISLAMAN SESEORANG

KITAB IMAN

Bab Ke-18: Jika masuk Islam tidak dengan sebenar-benarnya tetapi karena ingin selamat atau karena takut dibunuh. Hal tersebut dapat terjadi, karena Allah telah berfirman, "Orang-orang Badui itu berkata, 'Kami telah beriman.' Katakanlah (wahai Muhammad), 'Kamu belum beriman, tetapi katakanlah, 'Kami telah tunduk." (al-Hujuurat: 14). Dan, jika masuk Islam dengan sebenar-benarnya, maka hal itu didasarkan pada firman Allah,
"Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam" (Ali Imran: 19), "Dan barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidak akan diterima (agama itu daripadanya."(Ali-Imran: 85)

21. Dari Sa'ad r.a. bahwa
Rasulullah saw. memberikan kepada sekelompok orang, dan Sa'ad sedang duduk, lalu Rasulullah saw meninggalkan seorang laki-laki (Beliau tidak memberinya, dan 2/131). Lelaki itu adalah orang yang paling menarik bagi saya (lalu saya berjalan menuju Rasulullah saw dan saya membisikkan kepadanya) lantas saya berkata,
"wahai Rasulullah, ada apakah engkau terhadap Fulan? Demi Allah saya melihat dia seorang mukmin." Beliau berkata, "Atau seorang muslim." Saya diam sebentar, kemudian apa yang saya ketahui dari Beliau itu mengalahkan saya, lalu saya ulangi perkataan saya. Saya katakan, "Ada apakah engkau terhadap Fulan? Demi Allah saya melihatnya sebagai sebagai seorang mukmin." Beliau berkata, "Atau seorang muslim".
Saya diam sebentar, kemudian apa yang saya ketahui dari Beliau mengalahkan saya, dan Rasulullah saw. mengulang kembali perkataannya. (Dan dalam satu riwayat disebutkan: kemudian Rasulullah saw. menepukkan tangannya diantara leher dan pundakku).
Kemudian beliau bersabda,
"(Kemarilah) wahai Sa'ad! Sesungguhnya saya memberikan kepada seorang laki-laki sedang orang lain lebih saya cintai daripada dia, karena saya takut ia dicampakkan oleh Allah ke dalam neraka."
Abu Abdillah berkata,
"Fakubkibuu 'dibolak-balik'. Mukibban, seseorang itu akabba apabila tindakannya tidak sampai menjadi kenyataan terhadap seseorang lainnya. Apabila tindakan itu terjadi dalam kenyataan, maka saya katakan,
"Kabbahul-Laahu bi wajhihi 'Allah mencampakkan wajahnya', wa kababtuhu ana 'dan saya mencampakkannya'." [Abu Abdillah berkata, "Shalih bin Kaisan[*] lebih tua daripada az-Zuhri, dan dia telah mendapati Ibnu Umar" 2/132].
―――――
[*] Saya katakan, "Yakni yang disebutkan pada salah satu jalan periwayatan hadits ini."

40 TAHUN, UCAPANNYA ADALAH AL QURAN

Berkata Abdullah bin Mubarak
Rahimahullahu Ta’ala :
Saya berangkat menunaikan Haji
ke Baitullah Al-Haram, lalu
berziarah ke makam Rasulullah
sallAllahu ‘alayhi wasallam.
Ketika saya berada disuatu sudut
jalan, tiba-tiba saya melihat
sesosok tubuh berpakaian yang
dibuat dari bulu. Ia adalah
seorang ibu yang sudah tua.
Saya berhenti sejenak seraya
mengucapkan salam untuknya.
Terjadilah dialog dengannya
beberapa saat.
Dalam dialog tersebut wanita tua
itu , setiap kali menjawab
pertanyaan Abdulah bin
Mubarak, dijawab dengan
menggunakan ayat-ayat Al-
Qur’an. Walaupun jawabannya
tidak tepat sekali, akan tetapi
cukup memuaskan, karena tidak
terlepas dari konteks pertanyaan
yang diajukan kepadanya.
Abdullah : “Assalamu’alaikum
warahma wabarakaatuh.”
Wanita tua : “Salaamun qoulan
min robbi rohiim.” (QS. Yaasin :
58) (artinya : “Salam sebagai
ucapan dari Tuhan Maha Kasih”)
Abdullah : “Semoga Allah
merahmati anda, mengapa anda
berada di tempat ini?”
Wanita tua : “Wa man
yudhlilillahu fa la
hadiyalahu.” (QS : Al-A’raf :
186 ) (“Barang siapa disesatkan
Allah, maka tiada petunjuk
baginya”)
Dengan jawaban ini, maka
tahulah saya, bahwa ia tersesat
jalan.
Abdullah : “Kemana anda
hendak pergi?”
Wanita tua : “Subhanalladzi asra
bi ‘abdihi lailan minal masjidil
haraami ilal masjidil aqsa.” (QS.
Al-Isra’ : 1) (“Maha suci Allah
yang telah menjalankan
hambanya di waktu malam dari
masjid haram ke masjid aqsa”)
Dengan jawaban ini saya jadi
mengerti bahwa ia sedang
mengerjakan haji dan hendak
menuju ke masjidil Aqsa.
Abdullah : “Sudah berapa lama
anda berada di sini?”
Wanita tua : “Tsalatsa layaalin
sawiyya” (QS. Maryam : 10)
(“Selama tiga malam dalam
keadaan sehat”)
Abdullah : “Apa yang anda
makan selama dalam
perjalanan?”
Wanita tua : “Huwa yut’imuni wa
yasqiin.” (QS. As-syu’ara’ : 79)
(“Dialah pemberi aku makan dan
minum”)
Abdullah : “Dengan apa anda
melakukan wudhu?”
Wanita tua : “Fa in lam tajidu
maa-an fatayammamu sha’idan
thoyyiban” (QS. Al-Maidah : 6)
(“Bila tidak ada air bertayamum
dengan tanah yang bersih”)
Abdulah : “Saya mempunyai
sedikit makanan, apakah anda
mau menikmatinya?”
Wanita tua : “Tsumma atimmus
shiyaama ilallaiil.” (QS. Al-
Baqarah : 187) (“Kemudian
sempurnakanlah puasamu
sampai malam”)
Abdullah : “Sekarang bukan
bulan Ramadhan, mengapa anda
berpuasa?”
Wanita tua : “Wa man
tathawwa’a khairon fa innallaaha
syaakirun ‘aliim.” (QS. Al-
Baqarah : 158) (“Barang siapa
melakukan sunnah lebih baik”)
Abdullah : “Bukankah
diperbolehkan berbuka ketika
musafir?”
Wanita tua : “Wa an tashuumuu
khoirun lakum in kuntum
ta’lamuun.” (QS. Al-Baqarah :
184) (“Dan jika kamu puasa itu
lebih utama, jika kamu
mengetahui”)
Abdullah : “Mengapa anda tidak
menjawab sesuai dengan
pertanyaan saya?”
Wanita tua : “Maa yalfidhu min
qoulin illa ladaihi roqiibun
‘atiid.” (QS. Qaf : 18) (“Tiada satu
ucapan yang diucapkan, kecuali
padanya ada Raqib Atid”)
Abdullah : “Anda termasuk jenis
manusia yang manakah, hingga
bersikap seperti itu?”
Wanita tua : “Wa la taqfu ma
laisa bihi ilmun. Inna sam’a wal
bashoro wal fuaada, kullu
ulaaika kaana ‘anhu
mas’ula.” (QS. Al-Isra’ : 36)
(“Jangan kamu ikuti apa yang
tidak kamu ketahui, karena
pendengaran, penglihatan dan
hati, semua akan dipertanggung
jawabkan”)
Abdullah : “Saya telah berbuat
salah, maafkan saya.”
Wanita tua : “Laa tastriiba
‘alaikumul yauum, yaghfirullahu
lakum.” (QS.Yusuf : 92) (“Pada
hari ini tidak ada cercaan untuk
kamu, Allah telah mengampuni
kamu”)
Abdullah : “Bolehkah saya
mengangkatmu untuk naik ke
atas untaku ini untuk
melanjutkan perjalanan, karena
anda akan menjumpai kafilah
yang di depan.”
Wanita tua : “Wa maa taf’alu
min khoirin ya’lamhullah.” (QS
Al-Baqoroh : 197) (“Barang siapa
mengerjakan suatu kebaikan,
Allah mengetahuinya”)
Lalu wanita tua ini berpaling dari
untaku, sambil berkata :
Wanita tua : “Qul lil mu’miniina
yaghdudhu min
abshoorihim.” (QS. An-Nur : 30)
(“Katakanlah pada orang-orang
mukminin tundukkan pandangan
mereka”)
Maka saya pun memejamkan
pandangan saya, sambil
mempersilahkan ia mengendarai
untaku. Tetapi tiba-tiba
terdengar sobekan pakaiannya,
karena unta itu terlalu tinggi
baginya. Wanita itu berucap lagi.
Wanita tua : “Wa maa
ashobakum min mushibatin fa
bimaa kasabat aidiikum.” (QS.
Asy-Syura’ 30) (“Apa saja yang
menimpa kamu disebabkan
perbuatanmu sendiri”)
Abdullah : “Sabarlah sebentar,
saya akan mengikatnya terlebih
dahulu.”
Wanita tua : “Fa fahhamnaaha
sulaiman.” (QS. Anbiya’ 79)
(“Maka kami telah memberi
pemahaman pada nabi
Sulaiman”)
Selesai mengikat unta itu saya
pun mempersilahkan wanita tua
itu naik.
Abdullah : “Silahkan naik
sekarang.”
Wanita tua : “Subhaanalladzi
sakhkhoro lana hadza wa ma
kunna lahu muqriniin, wa inna
ila robbinaa munqolibuun.” (QS.
Az-Zukhruf : 13-14) (“Maha suci
Tuhan yang telah menundukkan
semua ini pada kami sebelumnya
tidak mampu menguasainya.
Sesungguhnya kami akan
kembali pada tuhan kami”)
Saya pun segera memegang tali
unta itu dan melarikannya
dengan sangat kencang. Wanita
tua itu berkata lagi.
Wanita tua : “Waqshid fi masyika
waghdud min shoutik” (QS.
Lukman : 19) (“Sederhanakan
jalanmu dan lunakkanlah
suaramu”)
Lalu jalannya unta itu saya
perlambat, sambil
mendendangkan beberapa syair,
Wanita tua itu berucap.
Wanita tua : “Faqraa-u maa
tayassara minal qur’aan” (QS. Al-
Muzammil : 20) (“Bacalah apa-
apa yang mudah dari Al-
Qur’an”)
Abdullah : “Sungguh anda telah
diberi kebaikan yang banyak.”
Wanita tua : “Wa maa
yadzdzakkaru illa uulul
albaab.” (QS Al-Baqoroh : 269)
(“Dan tidaklah mengingat Allah
itu kecuali orang yang berilmu”)
Dalam perjalanan itu saya
bertanya kepadanya.
Abdullah : “Apakah anda
mempunyai suami?”
Wanita tua : “Laa tas-alu ‘an asy
ya-a in tubda lakum
tasu’kum” (QS. Al-Maidah : 101)
(“Jangan kamu menanyakan
sesuatu, jika itu akan
menyusahkanmu”)
Ketika berjumpa dengan kafilah
di depan kami, saya bertanya
kepadanya.
Abdullah : “Adakah orang anda
berada dalam kafilah itu?”
Wanita tua : “Al-maalu wal
banuuna zinatul hayatid
dunya.” (QS. Al-Kahfi : 46)
(“Adapun harta dan anak-anak
adalah perhiasan hidup di
dunia”)
Baru saya mengerti bahwa ia
juga mempunyai anak.
Abdullah : “Bagaimana keadaan
mereka dalam perjalanan ini?”
Wanita tua : “Wa alaamatin
wabin najmi hum
yahtaduun” (QS. An-Nahl : 16)
(“Dengan tanda bintang-bintang
mereka mengetahui petunjuk”)
Dari jawaban ini dapat saya
fahami bahwa mereka datang
mengerjakan ibadah haji
mengikuti beberapa petunjuk.
Kemudian bersama wanita tua ini
saya menuju perkemahan.
Abdullah : “Adakah orang yang
akan kenal atau keluarga dalam
kemah ini?”
Wanita tua : “Wattakhodzallahu
ibrohima khalilan” (QS. An-
Nisa’ : 125) (“Kami jadikan
ibrahim itu sebagai yang
dikasihi”) “Wakallamahu musa
takliima” (QS. An-Nisa’ : 146)
(“Dan Allah berkata-kata kepada
Musa”) “Ya yahya khudil kitaaba
biquwwah” (QS. Maryam : 12)
(“Wahai Yahya pelajarilah alkitab
itu sungguh-sungguh”)
Lalu saya memanggil nama-
nama, ya Ibrahim, ya Musa, ya
Yahya, maka keluarlah anak-
anak muda yang bernama
tersebut. Wajah mereka tampan
dan ceria, seperti bulan yang
baru muncul. Setelah tiga anak
ini datang dan duduk dengan
tenang maka berkatalah wanita
itu.
Wanita tua : “Fab’atsu ahadaku
bi warikikum hadzihi ilal
madiinati falyandzur ayyuha
azkaa tho’aaman fal ya’tikum bi
rizkin minhu.” (QS. Al-Kahfi : 19)
(“Maka suruhlah salah seorang
dari kamu pergi ke kota dengan
membawa uang perak ini, dan
carilah makanan yang lebih baik
agar ia membawa makanan itu
untukmu”)
Maka salah seorang dari tiga
anak ini pergi untuk membeli
makanan, lalu menghidangkan di
hadapanku, lalu perempuan tua
itu berkata :
Wanita tua : “Kuluu wasyrobuu
hanii’an bima aslaftum fil ayyamil
kholiyah” (QS. Al-Haqqah : 24)
(“Makan dan minumlah kamu
dengan sedap, sebab amal-amal
yang telah kamu kerjakan di
hari-hari yang telah lalu”)
Abdullah : “Makanlah kalian
semuanya makanan ini. Aku
belum akan memakannya
sebelum kalian mengatakan
padaku siapakah perempuan ini
sebenarnya.”
Ketiga anak muda ini secara
serempak berkata :
“Beliau adalah orang tua
kami. Selama empat puluh
tahun beliau hanya berbicara
mempergunakan ayat-ayat Al-
Qur’an, hanya karena
khawatir salah bicara.”
Maha suci zat yang maha kuasa
terhadap sesuatu yang
dikehendakinya. Akhirnya saya
pun berucap :
“Fadhluhu yu’tihi man yasyaa’
Wallaahu dzul fadhlil
adhiim.” (QS. Al-Hadid : 21)
(“Karunia Allah yang
diberikan kepada orang yang
dikehendakinya, Allah adalah
pemberi karunia yang besar”)
[Disarikan oleh: DHB Wicaksono,
dari kitab Misi Suci Para Sufi,
Sayyid Abubakar bin Muhammad
Syatha, hal. 161-168]

IMAN TERWUJUD DALAM AMAL PERBUATAN

KITAB IMAN

Bab Ke-17: Orang yang mengatakan bahwa sesungguhnya keimanan itu adalah amal perbuatan, berdasarkan pada firman Allah Ta'ala, "Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan (dalam kehidupan)." (az-Zukhruf: 72)

8.[*] Ada beberapa orang dari golongan ahli ilmu agama mengatakan bahwa apa yang difirmankan oleh Allah Ta'ala dalam surah al-Hijr ayat 92-93,
"Fawarabbika lanas-alannahum ajma'iina 'ammaa kaanuu ya'maluuna" 'Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu', adalah tentang kalimat "laa ilaaha illallaah" 'Tiada Tuhan selain Allah'.
Dan firman Allah, "Limitsli haadzaa falya'malil 'aamiluun" 'Untuk kemenangan semacam ini hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja'." (ash-Shaaffat: 61)

20. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah saw. ditanya, "Apakah amal yang paling utama?"
Beliau menjawab, "Iman kepada Allah dan Rasul- Nya."
Ditanyakan lagi, "Kemudian apa?"
Beliau menjawab, "Jihad (berjuang) di jalan Allah." Ditanyakan lagi, "Kemudian apa?"
Beliau menjawab, "Haji yang mabrur."
―――――
[*] Al-Hafizh berkata, "Di antaranya adalah Anas, yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan lain-lainnya, tetapi di dalam isnadnya terdapat kelemahan. Dan di antaranya lagi Ibnu Umar sebagaimana disebutkan dalam Tafsir ath-Thabari dan kitab Ad- Du'a karya ath-Thabrani. Dan di antaranya lagi adalah Mujahid sebagaimana disebutkan dalam Tafsir Abdur Razzaq, dan lain- lainnya."

PERINTAH MENGISLAMKAN MANUSIA

KITAB IMAN

Bab Ke-16: Firman Allah "Jika mereka bertobat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan." (at-Taubah: 5)

19. Ibnu Umar ra. mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda,
"Saya diperintah untuk memerangi manusia sehingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan sesungguhnya Muhammad itu adalah utusan Allah, mendirikan shalat, dan memberikan zakat.
Apabila mereka telah melakukan itu, maka terpelihara daripadaku darah dan harta mereka kecuali dengan hak Islam, dan hisab mereka atas Allah."

MALU SEBAGIAN DARI IMAN

KITAB IMAN

Bab Ke-15: Malu Termasuk Bagian dari Iman

18. Salim bin Abdullah dari ayahnya, mengatakan bahwa Rasulullah saw lewat pada seorang Anshar yang sedang memberi nasihat (dalam riwayat lain: menyalahkan 7/100) saudaranya perihal malu. (Ia berkata, "Sesungguhnya engkau selalu merasa malu", seakan-akan ia berkata, "Sesungguhnya malu itu membahayakanmu.")
Lalu, Rasulullah saw. bersabda, "Biarkan dia, karena malu itu sebagian dari iman."