Kamis, 16 Februari 2012

40 TAHUN, UCAPANNYA ADALAH AL QURAN

Berkata Abdullah bin Mubarak
Rahimahullahu Ta’ala :
Saya berangkat menunaikan Haji
ke Baitullah Al-Haram, lalu
berziarah ke makam Rasulullah
sallAllahu ‘alayhi wasallam.
Ketika saya berada disuatu sudut
jalan, tiba-tiba saya melihat
sesosok tubuh berpakaian yang
dibuat dari bulu. Ia adalah
seorang ibu yang sudah tua.
Saya berhenti sejenak seraya
mengucapkan salam untuknya.
Terjadilah dialog dengannya
beberapa saat.
Dalam dialog tersebut wanita tua
itu , setiap kali menjawab
pertanyaan Abdulah bin
Mubarak, dijawab dengan
menggunakan ayat-ayat Al-
Qur’an. Walaupun jawabannya
tidak tepat sekali, akan tetapi
cukup memuaskan, karena tidak
terlepas dari konteks pertanyaan
yang diajukan kepadanya.
Abdullah : “Assalamu’alaikum
warahma wabarakaatuh.”
Wanita tua : “Salaamun qoulan
min robbi rohiim.” (QS. Yaasin :
58) (artinya : “Salam sebagai
ucapan dari Tuhan Maha Kasih”)
Abdullah : “Semoga Allah
merahmati anda, mengapa anda
berada di tempat ini?”
Wanita tua : “Wa man
yudhlilillahu fa la
hadiyalahu.” (QS : Al-A’raf :
186 ) (“Barang siapa disesatkan
Allah, maka tiada petunjuk
baginya”)
Dengan jawaban ini, maka
tahulah saya, bahwa ia tersesat
jalan.
Abdullah : “Kemana anda
hendak pergi?”
Wanita tua : “Subhanalladzi asra
bi ‘abdihi lailan minal masjidil
haraami ilal masjidil aqsa.” (QS.
Al-Isra’ : 1) (“Maha suci Allah
yang telah menjalankan
hambanya di waktu malam dari
masjid haram ke masjid aqsa”)
Dengan jawaban ini saya jadi
mengerti bahwa ia sedang
mengerjakan haji dan hendak
menuju ke masjidil Aqsa.
Abdullah : “Sudah berapa lama
anda berada di sini?”
Wanita tua : “Tsalatsa layaalin
sawiyya” (QS. Maryam : 10)
(“Selama tiga malam dalam
keadaan sehat”)
Abdullah : “Apa yang anda
makan selama dalam
perjalanan?”
Wanita tua : “Huwa yut’imuni wa
yasqiin.” (QS. As-syu’ara’ : 79)
(“Dialah pemberi aku makan dan
minum”)
Abdullah : “Dengan apa anda
melakukan wudhu?”
Wanita tua : “Fa in lam tajidu
maa-an fatayammamu sha’idan
thoyyiban” (QS. Al-Maidah : 6)
(“Bila tidak ada air bertayamum
dengan tanah yang bersih”)
Abdulah : “Saya mempunyai
sedikit makanan, apakah anda
mau menikmatinya?”
Wanita tua : “Tsumma atimmus
shiyaama ilallaiil.” (QS. Al-
Baqarah : 187) (“Kemudian
sempurnakanlah puasamu
sampai malam”)
Abdullah : “Sekarang bukan
bulan Ramadhan, mengapa anda
berpuasa?”
Wanita tua : “Wa man
tathawwa’a khairon fa innallaaha
syaakirun ‘aliim.” (QS. Al-
Baqarah : 158) (“Barang siapa
melakukan sunnah lebih baik”)
Abdullah : “Bukankah
diperbolehkan berbuka ketika
musafir?”
Wanita tua : “Wa an tashuumuu
khoirun lakum in kuntum
ta’lamuun.” (QS. Al-Baqarah :
184) (“Dan jika kamu puasa itu
lebih utama, jika kamu
mengetahui”)
Abdullah : “Mengapa anda tidak
menjawab sesuai dengan
pertanyaan saya?”
Wanita tua : “Maa yalfidhu min
qoulin illa ladaihi roqiibun
‘atiid.” (QS. Qaf : 18) (“Tiada satu
ucapan yang diucapkan, kecuali
padanya ada Raqib Atid”)
Abdullah : “Anda termasuk jenis
manusia yang manakah, hingga
bersikap seperti itu?”
Wanita tua : “Wa la taqfu ma
laisa bihi ilmun. Inna sam’a wal
bashoro wal fuaada, kullu
ulaaika kaana ‘anhu
mas’ula.” (QS. Al-Isra’ : 36)
(“Jangan kamu ikuti apa yang
tidak kamu ketahui, karena
pendengaran, penglihatan dan
hati, semua akan dipertanggung
jawabkan”)
Abdullah : “Saya telah berbuat
salah, maafkan saya.”
Wanita tua : “Laa tastriiba
‘alaikumul yauum, yaghfirullahu
lakum.” (QS.Yusuf : 92) (“Pada
hari ini tidak ada cercaan untuk
kamu, Allah telah mengampuni
kamu”)
Abdullah : “Bolehkah saya
mengangkatmu untuk naik ke
atas untaku ini untuk
melanjutkan perjalanan, karena
anda akan menjumpai kafilah
yang di depan.”
Wanita tua : “Wa maa taf’alu
min khoirin ya’lamhullah.” (QS
Al-Baqoroh : 197) (“Barang siapa
mengerjakan suatu kebaikan,
Allah mengetahuinya”)
Lalu wanita tua ini berpaling dari
untaku, sambil berkata :
Wanita tua : “Qul lil mu’miniina
yaghdudhu min
abshoorihim.” (QS. An-Nur : 30)
(“Katakanlah pada orang-orang
mukminin tundukkan pandangan
mereka”)
Maka saya pun memejamkan
pandangan saya, sambil
mempersilahkan ia mengendarai
untaku. Tetapi tiba-tiba
terdengar sobekan pakaiannya,
karena unta itu terlalu tinggi
baginya. Wanita itu berucap lagi.
Wanita tua : “Wa maa
ashobakum min mushibatin fa
bimaa kasabat aidiikum.” (QS.
Asy-Syura’ 30) (“Apa saja yang
menimpa kamu disebabkan
perbuatanmu sendiri”)
Abdullah : “Sabarlah sebentar,
saya akan mengikatnya terlebih
dahulu.”
Wanita tua : “Fa fahhamnaaha
sulaiman.” (QS. Anbiya’ 79)
(“Maka kami telah memberi
pemahaman pada nabi
Sulaiman”)
Selesai mengikat unta itu saya
pun mempersilahkan wanita tua
itu naik.
Abdullah : “Silahkan naik
sekarang.”
Wanita tua : “Subhaanalladzi
sakhkhoro lana hadza wa ma
kunna lahu muqriniin, wa inna
ila robbinaa munqolibuun.” (QS.
Az-Zukhruf : 13-14) (“Maha suci
Tuhan yang telah menundukkan
semua ini pada kami sebelumnya
tidak mampu menguasainya.
Sesungguhnya kami akan
kembali pada tuhan kami”)
Saya pun segera memegang tali
unta itu dan melarikannya
dengan sangat kencang. Wanita
tua itu berkata lagi.
Wanita tua : “Waqshid fi masyika
waghdud min shoutik” (QS.
Lukman : 19) (“Sederhanakan
jalanmu dan lunakkanlah
suaramu”)
Lalu jalannya unta itu saya
perlambat, sambil
mendendangkan beberapa syair,
Wanita tua itu berucap.
Wanita tua : “Faqraa-u maa
tayassara minal qur’aan” (QS. Al-
Muzammil : 20) (“Bacalah apa-
apa yang mudah dari Al-
Qur’an”)
Abdullah : “Sungguh anda telah
diberi kebaikan yang banyak.”
Wanita tua : “Wa maa
yadzdzakkaru illa uulul
albaab.” (QS Al-Baqoroh : 269)
(“Dan tidaklah mengingat Allah
itu kecuali orang yang berilmu”)
Dalam perjalanan itu saya
bertanya kepadanya.
Abdullah : “Apakah anda
mempunyai suami?”
Wanita tua : “Laa tas-alu ‘an asy
ya-a in tubda lakum
tasu’kum” (QS. Al-Maidah : 101)
(“Jangan kamu menanyakan
sesuatu, jika itu akan
menyusahkanmu”)
Ketika berjumpa dengan kafilah
di depan kami, saya bertanya
kepadanya.
Abdullah : “Adakah orang anda
berada dalam kafilah itu?”
Wanita tua : “Al-maalu wal
banuuna zinatul hayatid
dunya.” (QS. Al-Kahfi : 46)
(“Adapun harta dan anak-anak
adalah perhiasan hidup di
dunia”)
Baru saya mengerti bahwa ia
juga mempunyai anak.
Abdullah : “Bagaimana keadaan
mereka dalam perjalanan ini?”
Wanita tua : “Wa alaamatin
wabin najmi hum
yahtaduun” (QS. An-Nahl : 16)
(“Dengan tanda bintang-bintang
mereka mengetahui petunjuk”)
Dari jawaban ini dapat saya
fahami bahwa mereka datang
mengerjakan ibadah haji
mengikuti beberapa petunjuk.
Kemudian bersama wanita tua ini
saya menuju perkemahan.
Abdullah : “Adakah orang yang
akan kenal atau keluarga dalam
kemah ini?”
Wanita tua : “Wattakhodzallahu
ibrohima khalilan” (QS. An-
Nisa’ : 125) (“Kami jadikan
ibrahim itu sebagai yang
dikasihi”) “Wakallamahu musa
takliima” (QS. An-Nisa’ : 146)
(“Dan Allah berkata-kata kepada
Musa”) “Ya yahya khudil kitaaba
biquwwah” (QS. Maryam : 12)
(“Wahai Yahya pelajarilah alkitab
itu sungguh-sungguh”)
Lalu saya memanggil nama-
nama, ya Ibrahim, ya Musa, ya
Yahya, maka keluarlah anak-
anak muda yang bernama
tersebut. Wajah mereka tampan
dan ceria, seperti bulan yang
baru muncul. Setelah tiga anak
ini datang dan duduk dengan
tenang maka berkatalah wanita
itu.
Wanita tua : “Fab’atsu ahadaku
bi warikikum hadzihi ilal
madiinati falyandzur ayyuha
azkaa tho’aaman fal ya’tikum bi
rizkin minhu.” (QS. Al-Kahfi : 19)
(“Maka suruhlah salah seorang
dari kamu pergi ke kota dengan
membawa uang perak ini, dan
carilah makanan yang lebih baik
agar ia membawa makanan itu
untukmu”)
Maka salah seorang dari tiga
anak ini pergi untuk membeli
makanan, lalu menghidangkan di
hadapanku, lalu perempuan tua
itu berkata :
Wanita tua : “Kuluu wasyrobuu
hanii’an bima aslaftum fil ayyamil
kholiyah” (QS. Al-Haqqah : 24)
(“Makan dan minumlah kamu
dengan sedap, sebab amal-amal
yang telah kamu kerjakan di
hari-hari yang telah lalu”)
Abdullah : “Makanlah kalian
semuanya makanan ini. Aku
belum akan memakannya
sebelum kalian mengatakan
padaku siapakah perempuan ini
sebenarnya.”
Ketiga anak muda ini secara
serempak berkata :
“Beliau adalah orang tua
kami. Selama empat puluh
tahun beliau hanya berbicara
mempergunakan ayat-ayat Al-
Qur’an, hanya karena
khawatir salah bicara.”
Maha suci zat yang maha kuasa
terhadap sesuatu yang
dikehendakinya. Akhirnya saya
pun berucap :
“Fadhluhu yu’tihi man yasyaa’
Wallaahu dzul fadhlil
adhiim.” (QS. Al-Hadid : 21)
(“Karunia Allah yang
diberikan kepada orang yang
dikehendakinya, Allah adalah
pemberi karunia yang besar”)
[Disarikan oleh: DHB Wicaksono,
dari kitab Misi Suci Para Sufi,
Sayyid Abubakar bin Muhammad
Syatha, hal. 161-168]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar