Kamis, 16 Februari 2012

MENGKUFURI SUAMI DAN HUKUM MAKSIAT DI JAMAN JAHILIYAH

KITAB IMAN

Bab Ke-20: Mengkufuri Suami, dan Kekufuran di Bawah Kekufuran

Dalam bab ini terdapat riwayat Abu Said dari Nabi saw. (Saya katakan, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya sepotong dari hadits Ibnu Abbas yang akan disebutkan pada [16 - al-Kusuf / 8 - Bab])."

Bab Ke-21: Kemaksiatan
Termasuk Perbuatan Jahiliah, dan Pelakunya tidak Dianggap Kafir Kecuali Jika Disertai dengan Kemusyrikan, mengingat sabda Nabi saw.,
"'Sesungguhnya kamu adalah orang yang ada sifat kejahiliahan dalam dirimu'."
Dan firman Allah Ta'ala,
'Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya'." (an-Nisaa: 48)

SALAM SEBAGIAN DARI IMAN

KITAB IMAN

Bab ke-19: Salam Termasuk Bagian Dari Islam

9.[*] Ammar berkata, "Ada tiga perkara yang barangsiapa yang dapat mengumpulkan ketiga hal itu dalam dirinya, maka ia telah dapat mengumpulkan keimanan secara sempurna. Yaitu,
memperlakukan orang lain sebagaimana engkau suka dirimu diperlakukan oleh orang lain, memberi salam terhadap setiap orang (yang engkau kenal maupun yang tidak engkau kenal), dan mengeluarkan infak di jalan Allah, meskipun hanya sedikit."

(Saya [Al-Albani] mengisnadkan dalam bab ini hadits yang telah disebutkan di muka pada nomor 9 [bab 5]).
―――――
[*] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Iman (131) dengan sanad sahih dari Ammar secara mauquf. Lihat takhrijnya di dalam catatan kaki saya terhadap kitab Al-Kalimuth Thayyib nomor 142, terbitan Al-Maktabul-Islami.

NIAT KEISLAMAN SESEORANG

KITAB IMAN

Bab Ke-18: Jika masuk Islam tidak dengan sebenar-benarnya tetapi karena ingin selamat atau karena takut dibunuh. Hal tersebut dapat terjadi, karena Allah telah berfirman, "Orang-orang Badui itu berkata, 'Kami telah beriman.' Katakanlah (wahai Muhammad), 'Kamu belum beriman, tetapi katakanlah, 'Kami telah tunduk." (al-Hujuurat: 14). Dan, jika masuk Islam dengan sebenar-benarnya, maka hal itu didasarkan pada firman Allah,
"Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam" (Ali Imran: 19), "Dan barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidak akan diterima (agama itu daripadanya."(Ali-Imran: 85)

21. Dari Sa'ad r.a. bahwa
Rasulullah saw. memberikan kepada sekelompok orang, dan Sa'ad sedang duduk, lalu Rasulullah saw meninggalkan seorang laki-laki (Beliau tidak memberinya, dan 2/131). Lelaki itu adalah orang yang paling menarik bagi saya (lalu saya berjalan menuju Rasulullah saw dan saya membisikkan kepadanya) lantas saya berkata,
"wahai Rasulullah, ada apakah engkau terhadap Fulan? Demi Allah saya melihat dia seorang mukmin." Beliau berkata, "Atau seorang muslim." Saya diam sebentar, kemudian apa yang saya ketahui dari Beliau itu mengalahkan saya, lalu saya ulangi perkataan saya. Saya katakan, "Ada apakah engkau terhadap Fulan? Demi Allah saya melihatnya sebagai sebagai seorang mukmin." Beliau berkata, "Atau seorang muslim".
Saya diam sebentar, kemudian apa yang saya ketahui dari Beliau mengalahkan saya, dan Rasulullah saw. mengulang kembali perkataannya. (Dan dalam satu riwayat disebutkan: kemudian Rasulullah saw. menepukkan tangannya diantara leher dan pundakku).
Kemudian beliau bersabda,
"(Kemarilah) wahai Sa'ad! Sesungguhnya saya memberikan kepada seorang laki-laki sedang orang lain lebih saya cintai daripada dia, karena saya takut ia dicampakkan oleh Allah ke dalam neraka."
Abu Abdillah berkata,
"Fakubkibuu 'dibolak-balik'. Mukibban, seseorang itu akabba apabila tindakannya tidak sampai menjadi kenyataan terhadap seseorang lainnya. Apabila tindakan itu terjadi dalam kenyataan, maka saya katakan,
"Kabbahul-Laahu bi wajhihi 'Allah mencampakkan wajahnya', wa kababtuhu ana 'dan saya mencampakkannya'." [Abu Abdillah berkata, "Shalih bin Kaisan[*] lebih tua daripada az-Zuhri, dan dia telah mendapati Ibnu Umar" 2/132].
―――――
[*] Saya katakan, "Yakni yang disebutkan pada salah satu jalan periwayatan hadits ini."

40 TAHUN, UCAPANNYA ADALAH AL QURAN

Berkata Abdullah bin Mubarak
Rahimahullahu Ta’ala :
Saya berangkat menunaikan Haji
ke Baitullah Al-Haram, lalu
berziarah ke makam Rasulullah
sallAllahu ‘alayhi wasallam.
Ketika saya berada disuatu sudut
jalan, tiba-tiba saya melihat
sesosok tubuh berpakaian yang
dibuat dari bulu. Ia adalah
seorang ibu yang sudah tua.
Saya berhenti sejenak seraya
mengucapkan salam untuknya.
Terjadilah dialog dengannya
beberapa saat.
Dalam dialog tersebut wanita tua
itu , setiap kali menjawab
pertanyaan Abdulah bin
Mubarak, dijawab dengan
menggunakan ayat-ayat Al-
Qur’an. Walaupun jawabannya
tidak tepat sekali, akan tetapi
cukup memuaskan, karena tidak
terlepas dari konteks pertanyaan
yang diajukan kepadanya.
Abdullah : “Assalamu’alaikum
warahma wabarakaatuh.”
Wanita tua : “Salaamun qoulan
min robbi rohiim.” (QS. Yaasin :
58) (artinya : “Salam sebagai
ucapan dari Tuhan Maha Kasih”)
Abdullah : “Semoga Allah
merahmati anda, mengapa anda
berada di tempat ini?”
Wanita tua : “Wa man
yudhlilillahu fa la
hadiyalahu.” (QS : Al-A’raf :
186 ) (“Barang siapa disesatkan
Allah, maka tiada petunjuk
baginya”)
Dengan jawaban ini, maka
tahulah saya, bahwa ia tersesat
jalan.
Abdullah : “Kemana anda
hendak pergi?”
Wanita tua : “Subhanalladzi asra
bi ‘abdihi lailan minal masjidil
haraami ilal masjidil aqsa.” (QS.
Al-Isra’ : 1) (“Maha suci Allah
yang telah menjalankan
hambanya di waktu malam dari
masjid haram ke masjid aqsa”)
Dengan jawaban ini saya jadi
mengerti bahwa ia sedang
mengerjakan haji dan hendak
menuju ke masjidil Aqsa.
Abdullah : “Sudah berapa lama
anda berada di sini?”
Wanita tua : “Tsalatsa layaalin
sawiyya” (QS. Maryam : 10)
(“Selama tiga malam dalam
keadaan sehat”)
Abdullah : “Apa yang anda
makan selama dalam
perjalanan?”
Wanita tua : “Huwa yut’imuni wa
yasqiin.” (QS. As-syu’ara’ : 79)
(“Dialah pemberi aku makan dan
minum”)
Abdullah : “Dengan apa anda
melakukan wudhu?”
Wanita tua : “Fa in lam tajidu
maa-an fatayammamu sha’idan
thoyyiban” (QS. Al-Maidah : 6)
(“Bila tidak ada air bertayamum
dengan tanah yang bersih”)
Abdulah : “Saya mempunyai
sedikit makanan, apakah anda
mau menikmatinya?”
Wanita tua : “Tsumma atimmus
shiyaama ilallaiil.” (QS. Al-
Baqarah : 187) (“Kemudian
sempurnakanlah puasamu
sampai malam”)
Abdullah : “Sekarang bukan
bulan Ramadhan, mengapa anda
berpuasa?”
Wanita tua : “Wa man
tathawwa’a khairon fa innallaaha
syaakirun ‘aliim.” (QS. Al-
Baqarah : 158) (“Barang siapa
melakukan sunnah lebih baik”)
Abdullah : “Bukankah
diperbolehkan berbuka ketika
musafir?”
Wanita tua : “Wa an tashuumuu
khoirun lakum in kuntum
ta’lamuun.” (QS. Al-Baqarah :
184) (“Dan jika kamu puasa itu
lebih utama, jika kamu
mengetahui”)
Abdullah : “Mengapa anda tidak
menjawab sesuai dengan
pertanyaan saya?”
Wanita tua : “Maa yalfidhu min
qoulin illa ladaihi roqiibun
‘atiid.” (QS. Qaf : 18) (“Tiada satu
ucapan yang diucapkan, kecuali
padanya ada Raqib Atid”)
Abdullah : “Anda termasuk jenis
manusia yang manakah, hingga
bersikap seperti itu?”
Wanita tua : “Wa la taqfu ma
laisa bihi ilmun. Inna sam’a wal
bashoro wal fuaada, kullu
ulaaika kaana ‘anhu
mas’ula.” (QS. Al-Isra’ : 36)
(“Jangan kamu ikuti apa yang
tidak kamu ketahui, karena
pendengaran, penglihatan dan
hati, semua akan dipertanggung
jawabkan”)
Abdullah : “Saya telah berbuat
salah, maafkan saya.”
Wanita tua : “Laa tastriiba
‘alaikumul yauum, yaghfirullahu
lakum.” (QS.Yusuf : 92) (“Pada
hari ini tidak ada cercaan untuk
kamu, Allah telah mengampuni
kamu”)
Abdullah : “Bolehkah saya
mengangkatmu untuk naik ke
atas untaku ini untuk
melanjutkan perjalanan, karena
anda akan menjumpai kafilah
yang di depan.”
Wanita tua : “Wa maa taf’alu
min khoirin ya’lamhullah.” (QS
Al-Baqoroh : 197) (“Barang siapa
mengerjakan suatu kebaikan,
Allah mengetahuinya”)
Lalu wanita tua ini berpaling dari
untaku, sambil berkata :
Wanita tua : “Qul lil mu’miniina
yaghdudhu min
abshoorihim.” (QS. An-Nur : 30)
(“Katakanlah pada orang-orang
mukminin tundukkan pandangan
mereka”)
Maka saya pun memejamkan
pandangan saya, sambil
mempersilahkan ia mengendarai
untaku. Tetapi tiba-tiba
terdengar sobekan pakaiannya,
karena unta itu terlalu tinggi
baginya. Wanita itu berucap lagi.
Wanita tua : “Wa maa
ashobakum min mushibatin fa
bimaa kasabat aidiikum.” (QS.
Asy-Syura’ 30) (“Apa saja yang
menimpa kamu disebabkan
perbuatanmu sendiri”)
Abdullah : “Sabarlah sebentar,
saya akan mengikatnya terlebih
dahulu.”
Wanita tua : “Fa fahhamnaaha
sulaiman.” (QS. Anbiya’ 79)
(“Maka kami telah memberi
pemahaman pada nabi
Sulaiman”)
Selesai mengikat unta itu saya
pun mempersilahkan wanita tua
itu naik.
Abdullah : “Silahkan naik
sekarang.”
Wanita tua : “Subhaanalladzi
sakhkhoro lana hadza wa ma
kunna lahu muqriniin, wa inna
ila robbinaa munqolibuun.” (QS.
Az-Zukhruf : 13-14) (“Maha suci
Tuhan yang telah menundukkan
semua ini pada kami sebelumnya
tidak mampu menguasainya.
Sesungguhnya kami akan
kembali pada tuhan kami”)
Saya pun segera memegang tali
unta itu dan melarikannya
dengan sangat kencang. Wanita
tua itu berkata lagi.
Wanita tua : “Waqshid fi masyika
waghdud min shoutik” (QS.
Lukman : 19) (“Sederhanakan
jalanmu dan lunakkanlah
suaramu”)
Lalu jalannya unta itu saya
perlambat, sambil
mendendangkan beberapa syair,
Wanita tua itu berucap.
Wanita tua : “Faqraa-u maa
tayassara minal qur’aan” (QS. Al-
Muzammil : 20) (“Bacalah apa-
apa yang mudah dari Al-
Qur’an”)
Abdullah : “Sungguh anda telah
diberi kebaikan yang banyak.”
Wanita tua : “Wa maa
yadzdzakkaru illa uulul
albaab.” (QS Al-Baqoroh : 269)
(“Dan tidaklah mengingat Allah
itu kecuali orang yang berilmu”)
Dalam perjalanan itu saya
bertanya kepadanya.
Abdullah : “Apakah anda
mempunyai suami?”
Wanita tua : “Laa tas-alu ‘an asy
ya-a in tubda lakum
tasu’kum” (QS. Al-Maidah : 101)
(“Jangan kamu menanyakan
sesuatu, jika itu akan
menyusahkanmu”)
Ketika berjumpa dengan kafilah
di depan kami, saya bertanya
kepadanya.
Abdullah : “Adakah orang anda
berada dalam kafilah itu?”
Wanita tua : “Al-maalu wal
banuuna zinatul hayatid
dunya.” (QS. Al-Kahfi : 46)
(“Adapun harta dan anak-anak
adalah perhiasan hidup di
dunia”)
Baru saya mengerti bahwa ia
juga mempunyai anak.
Abdullah : “Bagaimana keadaan
mereka dalam perjalanan ini?”
Wanita tua : “Wa alaamatin
wabin najmi hum
yahtaduun” (QS. An-Nahl : 16)
(“Dengan tanda bintang-bintang
mereka mengetahui petunjuk”)
Dari jawaban ini dapat saya
fahami bahwa mereka datang
mengerjakan ibadah haji
mengikuti beberapa petunjuk.
Kemudian bersama wanita tua ini
saya menuju perkemahan.
Abdullah : “Adakah orang yang
akan kenal atau keluarga dalam
kemah ini?”
Wanita tua : “Wattakhodzallahu
ibrohima khalilan” (QS. An-
Nisa’ : 125) (“Kami jadikan
ibrahim itu sebagai yang
dikasihi”) “Wakallamahu musa
takliima” (QS. An-Nisa’ : 146)
(“Dan Allah berkata-kata kepada
Musa”) “Ya yahya khudil kitaaba
biquwwah” (QS. Maryam : 12)
(“Wahai Yahya pelajarilah alkitab
itu sungguh-sungguh”)
Lalu saya memanggil nama-
nama, ya Ibrahim, ya Musa, ya
Yahya, maka keluarlah anak-
anak muda yang bernama
tersebut. Wajah mereka tampan
dan ceria, seperti bulan yang
baru muncul. Setelah tiga anak
ini datang dan duduk dengan
tenang maka berkatalah wanita
itu.
Wanita tua : “Fab’atsu ahadaku
bi warikikum hadzihi ilal
madiinati falyandzur ayyuha
azkaa tho’aaman fal ya’tikum bi
rizkin minhu.” (QS. Al-Kahfi : 19)
(“Maka suruhlah salah seorang
dari kamu pergi ke kota dengan
membawa uang perak ini, dan
carilah makanan yang lebih baik
agar ia membawa makanan itu
untukmu”)
Maka salah seorang dari tiga
anak ini pergi untuk membeli
makanan, lalu menghidangkan di
hadapanku, lalu perempuan tua
itu berkata :
Wanita tua : “Kuluu wasyrobuu
hanii’an bima aslaftum fil ayyamil
kholiyah” (QS. Al-Haqqah : 24)
(“Makan dan minumlah kamu
dengan sedap, sebab amal-amal
yang telah kamu kerjakan di
hari-hari yang telah lalu”)
Abdullah : “Makanlah kalian
semuanya makanan ini. Aku
belum akan memakannya
sebelum kalian mengatakan
padaku siapakah perempuan ini
sebenarnya.”
Ketiga anak muda ini secara
serempak berkata :
“Beliau adalah orang tua
kami. Selama empat puluh
tahun beliau hanya berbicara
mempergunakan ayat-ayat Al-
Qur’an, hanya karena
khawatir salah bicara.”
Maha suci zat yang maha kuasa
terhadap sesuatu yang
dikehendakinya. Akhirnya saya
pun berucap :
“Fadhluhu yu’tihi man yasyaa’
Wallaahu dzul fadhlil
adhiim.” (QS. Al-Hadid : 21)
(“Karunia Allah yang
diberikan kepada orang yang
dikehendakinya, Allah adalah
pemberi karunia yang besar”)
[Disarikan oleh: DHB Wicaksono,
dari kitab Misi Suci Para Sufi,
Sayyid Abubakar bin Muhammad
Syatha, hal. 161-168]

IMAN TERWUJUD DALAM AMAL PERBUATAN

KITAB IMAN

Bab Ke-17: Orang yang mengatakan bahwa sesungguhnya keimanan itu adalah amal perbuatan, berdasarkan pada firman Allah Ta'ala, "Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan (dalam kehidupan)." (az-Zukhruf: 72)

8.[*] Ada beberapa orang dari golongan ahli ilmu agama mengatakan bahwa apa yang difirmankan oleh Allah Ta'ala dalam surah al-Hijr ayat 92-93,
"Fawarabbika lanas-alannahum ajma'iina 'ammaa kaanuu ya'maluuna" 'Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu', adalah tentang kalimat "laa ilaaha illallaah" 'Tiada Tuhan selain Allah'.
Dan firman Allah, "Limitsli haadzaa falya'malil 'aamiluun" 'Untuk kemenangan semacam ini hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja'." (ash-Shaaffat: 61)

20. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah saw. ditanya, "Apakah amal yang paling utama?"
Beliau menjawab, "Iman kepada Allah dan Rasul- Nya."
Ditanyakan lagi, "Kemudian apa?"
Beliau menjawab, "Jihad (berjuang) di jalan Allah." Ditanyakan lagi, "Kemudian apa?"
Beliau menjawab, "Haji yang mabrur."
―――――
[*] Al-Hafizh berkata, "Di antaranya adalah Anas, yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan lain-lainnya, tetapi di dalam isnadnya terdapat kelemahan. Dan di antaranya lagi Ibnu Umar sebagaimana disebutkan dalam Tafsir ath-Thabari dan kitab Ad- Du'a karya ath-Thabrani. Dan di antaranya lagi adalah Mujahid sebagaimana disebutkan dalam Tafsir Abdur Razzaq, dan lain- lainnya."

PERINTAH MENGISLAMKAN MANUSIA

KITAB IMAN

Bab Ke-16: Firman Allah "Jika mereka bertobat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan." (at-Taubah: 5)

19. Ibnu Umar ra. mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda,
"Saya diperintah untuk memerangi manusia sehingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan sesungguhnya Muhammad itu adalah utusan Allah, mendirikan shalat, dan memberikan zakat.
Apabila mereka telah melakukan itu, maka terpelihara daripadaku darah dan harta mereka kecuali dengan hak Islam, dan hisab mereka atas Allah."

MALU SEBAGIAN DARI IMAN

KITAB IMAN

Bab Ke-15: Malu Termasuk Bagian dari Iman

18. Salim bin Abdullah dari ayahnya, mengatakan bahwa Rasulullah saw lewat pada seorang Anshar yang sedang memberi nasihat (dalam riwayat lain: menyalahkan 7/100) saudaranya perihal malu. (Ia berkata, "Sesungguhnya engkau selalu merasa malu", seakan-akan ia berkata, "Sesungguhnya malu itu membahayakanmu.")
Lalu, Rasulullah saw. bersabda, "Biarkan dia, karena malu itu sebagian dari iman."

Rabu, 15 Februari 2012

KEUTAMAAN AHLUL IMAN

KITAB IMAN

Bab Ke-14: Kelebihan Ahli Iman dalam Amal Perbuatan

17. Abu Said al-Khudri berkata,
"Rasulullah saw bersabda,
'Ketika aku tidur, aku bermimpi manusia. Diperlihatkan kepadaku mereka memakai bermacam-macam baju, ada yang sampai susu, dan ada yang (sampai 4/201) di bawah itu. Umar bin Khaththab diperlihatkan juga kepadaku dan ia memakai baju yang ditariknya.'
Mereka berkata, 'Apakah takwilnya, wahai Rasulullah?'
Nabi bersabda, 'Agama.'"

BENCI PADA KEKUFURAN

KITAB IMAN

Bab Ke-13: Barangsiapa yang Benci untuk Kembali kepada Kekufuran Sebagaimana Kebenciannya jika Dilemparkan ke dalam Neraka adalah Termasuk Keimanan

(Imam Bukhari mengisnadkan dalam bab ini hadits Anas yang telah disebutkan pada nomor 13).

PENGETAHUAN TENTANG MAKRIFAT

KITAB IMAN

Bab Ke-12: Sabda Nabi Saw.,
"Aku lebih tahu di antara kamu semua tentang Allah"[*], dan bahwa pengetahuan (ma'rifah ) ialah perbuatan hati sebagaimana firman Allah, "Walaakin yuaakhidzukum bimaa kasabat quluubukum 'Tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) dalam hatimu'." (al-Baqarah: 225)

16. Aisyah r.a. berkata, "Apabila Rasulullah saw. menyuruh mereka, maka beliau menyuruh untuk beramal sesuai dengan kemampuan. Mereka berkata,
'Sesungguhnya kami tidak seperti keadaan engkau wahai Rasulullah, karena Allah telah mengampuni engkau terhadap dosa yang terdahulu dan terkemudian.'
Lalu beliau marah hingga kemarahan itu diketahui (tampak) di wajah beliau. Kemudian beliau bersabda,
'Sesungguhnya orang yang paling takwa dan paling kenal tentang Allah dari kamu sekalian adalah saya.'"

―――――
[*] Ini adalah potongan dari hadits Aisyah yang akan datang dalam bab ini secara maushul.

MENGHINDARI FITNAH

KITAB IMAN

Bab Ke- 11: Lari dari Berbagai Macam Fitnah adalah Sebagian dan Agama

(Imam Bukhari mengisnadkan dalam bab ini hadits Abu Sa'id al-Khudri yang akan datang kalau ada izin Allah dalam Al-Manaqib 61/25 - Bab")

BAI'AT KEIMANAN

KITAB IMAN

Bab Ke-10: Baiat Sahabat

15. Dari Ubadah bin Shamit r.a - Ia adalah orang yang menyaksikan yakni ikut bertempur dalam Perang Badar (bersama Rasulullah saw. 4/251).
Ia adalah salah seorang yang menjadi kepala rombongan pada malam baiat Aqabah - (dan dari jalan lain: Sesungguhnya aku adalah salah satu kepala rombongan yang dibaiat oleh Rasulullah saw.) bahwa Rasulullah saw. bersabda dan di sekeliling beliau ada beberapa orang sahabatnya (Dalam riwayat lain: ketika itu kami berada di sisi Nabi saw dalam suatu majelis 8/15) [dalam suatu rombongan, lalu beliau bersabda 8/18, "Kemarilah kalian"],
"Berbaiatlah kamu kepadaku (dalam riwayat lain: Kubaiat kamu sekalian) untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, tidak mencuri, tidak berzina, dan tidak membunuh anak-anakmu (dan kamu tidak akan merampas). Jangan kamu bawa kebohongan yang kamu buat-buat antara kaki dan tanganmu, dan janganlah kamu mendurhakai(ku) dalam kebaikan. Barangsiapa di antara kamu yang menepatinya, maka pahalanya atas Allah. Barangsiapa yang melanggar sesuatu dari itu dan dia dihukum (karenanya) di dunia, maka hukuman itu sebagai tebusannya (dan penyuci dirinya). Dan, barangsiapa yang melanggar sesuatu dari semua itu kemudian ditutupi oleh Allah (tidak terkena hukuman), maka hal itu terserah Allah. Jika Dia menghendaki, maka Dia memaafkannya. Dan, jika Dia menghendaki, maka Dia akan menghukumnya." (Ubadah berkata), "Maka kami berbaiat atas hal itu."

CINTA SAHABAT ANSHAR

KITAB IMAN

Bab Ke-9: Tanda Keimanan Ialah Mencintai Kaum Anshar

14. Dari Anas r.a. bahwa Nabi saw bersabda, "Tanda iman adalah mencintai orang-orang Anshar dan tanda munafik adalah membenci orang-orang Anshar"

MANIS LEZATNYA IMAN

KITAB IMAN

Bab Ke-8: Manisnya Iman

13. Dari Anas r.a. bahwa Nabi saw. bersabda, "Tiga hal yang apabila terdapat pada diri seseorang maka ia mendapat manisnya iman yaitu:
1. Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai olehnya daripada selain keduanya,
2. Mencintai seseorang hanya karena Allah, dan
3. Dia benci untuk kembali ke dalam kekafiran (1/11) sebagaimana bencinya untuk dicampakkan ke dalam neraka."

CINTA RASULULLAH ADALAH TANDA KEIMANAN

KITAB IMAN

Bab Ke-7: Mencintai Rasulullah saw. Termasuk Keimanan

11. Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Demi Zat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya (kekuasaan-Nya), salah seorang di antara kamu tidak beriman sehingga saya lebih dicintai olehnya daripada orang tua dan anaknya."

12. Anas r.a. berkata, "Nabi saw bersabda, 'Salah seorang diantaramu tidak beriman sehingga saya lebih dicintai olehnya daripada orang tuanya, anaknya, dan semua manusia.'"

KASIH SAYANG TANDA KEIMANAN

KITAB IMAN

Bab Ke-6: Termasuk Iman Ialah Apabila Seseorang Itu Mencintai Saudaranya (Sesama Muslim) Sebagaimana Dia Mencintai Dirinya Sendiri

10. Anas r.a. mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda, "Tidak beriman salah seorang diantaramu sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri."

MEMBERI MAKAN DAN SALAM

KITAB IMAN

Bab Ke-5: Memberikan
Makanan Itu Termasuk Ajaran Islam

9. Abdullah bin Amr r.a.
mengatakan bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah saw., "Islam manakah yang lebih baik?" Beliau bersabda, "Kamu memberikan makanan dan mengucapkan salam atas orang yang kamu kenal dan tidak kamu kenal."

MUSLIM YANG PALING UTAMA

KITAB IMAN

Bab Ke-4: Islam Manakah yang Lebih Utama?

8. Abu Musa r.a. berkata, "Mereka (para sahabat) bertanya, Wahai Rasulullah, Islam manakah yang lebih utama?' Beliau menjawab, 'Orang yang orang-orang Islam lainnya selamat dari lidah dan tangannya. "'

MUSLIM SEJATI

KITAB IMAN

Bab Ke-3: Orang Islam Itu Ialah Seseorang yang Orang-Orang Islam Lain Selamat dari Ucapan lisannya dan Perbuatan Tangannya

7. Abdullah bin Umar r.a. mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, "Orang Islam itu adalah orang yang orang-orang Islam lainnya selamat dari lidah dan tangannya; dan orang yang berhijrah (muhajir) adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah."

CABANG IMAN

KITAB IMAN

Bab Ke-2: Perkara-Perkara Iman dan firman Allah,
"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan.
Tetapi, sesungguhnya
kebajikan itu ialah orang yang beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), dan orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan,
penderitaan, dan peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. "(al-Baqarah: 177).
Dan firman Allah,
"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman." (al-Mu'minuun: 1)

6. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda, "Iman itu ada enam puluh lebih cabangnya, dan malu adalah salah satu cabang iman."[*]

―――――
[*] Diriwayatkan oleh Muslim dan lainnya dengan lafal Sab'uuna 'tujuh puluh', dan inilah yang kuat menurut pendapat saya, mengikuti pendapat Al-Qadhi Iyadh dan lainnya, sebagaimana telah saya jelaskan dalam Silsilatul Ahaditsish Shahihah (17).

RUKUN IMAN

Bab IMAN

6.[*] Ibnu Abbas berkata dalam menafsiri lafadz "Syir'atan wa minhaajan", yaitu jalan yang lempang (lurus) dan sunnah.

7.[**] "Doamu adalah
keimananmu sebagaimana firman Allah Ta'ala yang artinya,
"Katakanlah, Tuhanku tidak mengindahkan (memperdulikan) kamu, melainkan kalau ada imanmu." (al-Furqan: 77).
Arti doa menurut bahasa adalah iman.

5. Ibnu Umar berkata,
"Rasulullah saw bersabda, 'Islam dibangun di atas lima dasar:
1). Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah Utusan Allah;
2). menegakkan shalat;
3). Membayar zakat;
4). Haji ; dan
5). Puasa pada bulan Ramadhan.'"

―――――
[*] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq di dalam Tafsirnya dengan sanad sahih darinya (Ibnu Abbas).

[**] Di-maushul-kan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas juga.

BERTAMBAHNYA IMAN

Bab IMAN

2.[*] Mu'adz pernah berkata kepada kawan-kawannya, "Duduklah di sini bersama kami sesaat untuk menambah keimanan kita."

3.[**] Ibnu Mas'ud berkata, "Yakin adalah keimanan yang menyeluruh."

4.[***] Ibnu Umar berkata, "Seorang hamba tidak akan mencapai hakikat takwa yang sebenarnya kecuali ia dapat meninggalkan apa saja yang dirasa tidak enak dalam hati."

5.[****] Mujahid berkata, "Syara'a lakum" (Dia telah mensyariatkan bagi kamu) (asy-Syuura: 13), berarti, "Kami telah mewasiatkan kepadamu wahai Muhammad, juga kepadanya[*****] untuk memeluk satu macam agama."

―――――
[*] Di-maushul-kan juga oleh Ibnu Abi Syaibah nomor 105 dan 107, dan oleh Abu Ubaid al- Qasim bin Salam dalam Al-Iman juga nomor 30 dengan pentahkikan saya dengan sanad yang sahih. Diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad.

[**] Di-maushul-kan oleh Thabrani dengan sanad sahih dari Ibnu Mas'ud secara mauquf, dan diriwayatkan secara marfu' tetapi tidak sah, sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh.

[***] Al-Hafizh tidak memandangnya maushul. Akan tetapi, hadits yang semakna dengan ini terdapat di dalam Shahih Muslim dan lainnya dari hadits an-Nawwas secara marfu. Silakan Anda periksa kalau mau di dalam kitab saya Shahih al- Jami' ash-Shaghir (2877).

[****] Di-maushul-kan oleh Abd bin Humaid darinya.

[*****] Yakni Nuh a.s. sebagaimana disebutkan dalam konteks ayat, "Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa yaitu tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama-Nya) orang yang kembali (kepada- Nya). " (asy-Syuura: 13)
1.[2] Umar bin Abdul Aziz
menulis surat kepada Adi bin Adi sebagai berikut, "Sesungguhnya keimanan itu mempunyai
beberapa kefardhuan (kewajiban), syariat, had (yakni batas/hukum), dan sunnah.
Barangsiapa mengikuti semuanya itu maka keimanannya telah sempurna. Dan barangsiapa tidak mengikutinya secara sempurna, maka keimanannya tidak sempurna. Jika saya masih hidup, maka hal-hal itu akan kuberikan kepadamu semua, sehingga kamu dapat mengamalkan secara sepenuhnya. Tetapi, jika saya mati, maka tidak terlampau berkeinginan untuk menjadi sahabatmu."
Nabi Ibrahim a.s. pernah berkata dengan mengutip firman Allah, "Walakin liyathma-inna qalbii" 'Agar hatiku tetap mantap [dengan imanku]'. (al-Baqarah: 260)

――――――
[2] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Kitab al-Iman nomor 135 dengan pentahkikan saya, dan sanadnya adalah sahih. Ini juga diriwayatkan oleh Ahmad dalam al-Iman sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh.

2. KITAB IMAN

KITAB IMAN Bab Ke-1:

Sabda Nabi saw., "Islam itu didirikan atas lima perkara."[Ini adalah potongan dari hadits Ibnu Umar, yang di-maushul-kan oleh penyusun (Imam Bukhari) dalam bab ini.]

Iman itu adalah ucapan dan perbuatan. Ia dapat bertambah dan dapat pula berkurang. Allah Ta'ala berfirman yang artinya,
"Supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada)." (al-Fath: 4),
"Kami tambahkan kepada mereka petunjuk."(al-Kahfi: 13),
"Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk." (Maryam: 76),
"Orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka (balasan) ketakwaannya." (Muhammad: 17),
"Dan supaya orang yang beriman bertambah imannya" (al-Muddatstsir: 31),
"Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surah ini? Adapun orang-orang yang beriman, maka surah ini menambah imannya." (at-Taubah: 124),
"Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka, maka perkataan itu menambah keimanan mereka." (Ali Imran: 173), dan
"Yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan (kepada Allah)." (al-Ahzab: 22)
Mencintai karena Allah dan membenci karena Allah adalah sebagian dari keimanan.

Kitab Permulaan Turunnya Wahyu

Bab Bagaimana Permulaan
Turunnya Wahyu kepada
Rasulullah saw. dan Firman
Allah Ta'ala, "Sesungguhnya
Kami telah memberikan
wahyu kepada Nuh dan nabi-
nabi yang kemudiannya."
l. Dari Alqamah bin Waqash al-
Laitsi, ia berkata, "Saya
mendengar Umar ibnul
Khaththab r.a. (berpidato 8/59)
di atas mimbar, 'Saya mendengar
Rasulullah saw. bersabda,
'(Wahai manusia), sesungguhnya
amal-amal itu hanyalah dengan
niatnya (dalam satu riwayat:
amal itu dengan niat 6/118) dan
bagi setiap orang hanyalah
sesuatu yang diniatkannya.
Barangsiapa yang hijrahnya
(kepada Allah dan Rasul Nya,
maka hijrahnya kepada Allah
dan Rasul Nya. Dan, barangsiapa
yang hijrahnya 1/20) kepada
dunia, maka ia akan
mendapatkannya. Atau, kepada
wanita yang akan dinikahinya
(dalam riwayat lain:
mengawininya 3/119), maka
hijrahnya itu kepada sesuatu
yang karenanya ia hijrah."
2. Aisyah r.a. mengatakan bahwa
Harits bin Hisyam r.a. bertanya
kepada Rasulullah saw., "Wahai
Rasulullah, bagaimana
datangnya wahyu kepada
engkau?" Rasulullah saw.
menjawab, "Kadang-kadang
wahyu itu datang kepadaku
bagaikan gemerincingnya
lonceng, dan itulah yang paling
berat atasku. Lalu, terputus
padaku dan saya telah hafal
darinya tentang apa yang
dikatakannya. Kadang-kadang
malaikat berubah rupa sebagai
seorang laki-laki datang
kepadaku, lalu ia berbicara
kepadaku, maka saya hafal apa
yang dikatakannya." Aisyah r.a.
berkata, "Sungguh saya melihat
beliau ketika turun wahyu
kepada beliau pada hari yang
sangat dingin dan wahyu itu
terputus dari beliau sedang dahi
beliau mengalirkan keringat"
3. Aisyah r.a. berkata, "[Adalah
6/871] yang pertama (dari
wahyu) kepada Rasulullah saw.
adalah mimpi yang baik di dalam
tidur. Beliau tidak pernah
bermimpi melainkan akan
menjadi kenyataan seperti
merekahnya cahaya subuh.
Kemudian beliau gemar
bersunyi. Beliau sering bersunyi
di Gua Hira. Beliau beribadah di
sana, yakni beribadah beberapa
malam sebelum rindu kepada
keluarga beliau, dan mengambil
bekal untuk itu. Kemudian beliau
pulang kepada Khadijah. Beliau
mengambil bekal seperti
biasanya sehingga datanglah
kepadanya (dalam riwayat lain
disebutkan: maka datanglah
kepadanya) kebenaran. Ketika
beliau ada di Gua Hira,
datanglah malaikat (dalam
nomor 8/67) seraya berkata,
'Bacalah!' Beliau berkata,
'Sungguh saya tidak dapat
membaca. Ia mengambil dan
mendekap saya sehingga saya
lelah. Kemudian ia melepaskan
saya, lalu ia berkata, 'Bacalah!'
Maka, saya berkata, 'Sungguh
saya tidak dapat membaca:' Lalu
ia mengambil dan mendekap
saya yang kedua kalinya,
kemudian ia melepaskan saya,
lalu ia berkata, 'Bacalah!' Maka,
saya berkata, 'Sungguh saya
tidak bisa membaca' Lalu ia
mengambil dan mendekap saya
yang ketiga kalinya, kemudian ia
melepaskan saya. Lalu ia
membacakan, "Iqra' bismi
rabbikalladzi khalaq. Khalaqal
insaana min'alaq. Iqra'
warabbukal akram. Alladzii
'allama bil qalam. 'Allamal
insaana maa lam ya'lam.
'Bacalah dengan menyebut
nama Tuhanmu Yang
Menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah Yang Paling
Pemurah. Yang mengajar
manusia dengan perantaraan
kalam. Dia mengajarkan kepada
manusia apa yang tidak
diketahuinya. Lalu Rasulullah
saw. pulang dengan membawa
ayat itu dengan perasaan hati
yang goncang (dalam satu
riwayat: dengan tubuh gemetar).
Lalu, beliau masuk menemui
Khadijah binti Khuwailid, lantas
beliau bersabda, 'Selimutilah
saya, selimutilah saya!' Maka,
mereka menyelimuti beliau
sehingga keterkejutan beliau
hilang. Beliau bersabda dan
menceritakan kisah itu kepada
Khadijah, 'Sungguh saya takut
atas diriku.' Lalu Khadijah
berkata kepada beliau, 'Jangan
takut (bergembiralah, maka)
demi Allah, Allah tidak akan
menyusahkan engkau
selamanya. (Maka demi Allah),
sesungguhnya engkau suka
menyambung persaudaraan (dan
berkata benar), menanggung
beban dan berusaha membantu
orang yang tidak punya,
memuliakan tamu, dan
menolong penegak kebenaran.'
Kemudian Khadijah membawa
beliau pergi kepada Waraqah bin
Naufal bin Asad bin Abdul Uzza
(bin Qushai, dan dia adalah)
anak paman Khadijah. Ia
(Waraqah) adalah seorang yang
memeluk agama Nasrani pada
zaman jahiliah. Ia dapat menulis
tulisan Ibrani, dan ia menulis Injil
dengan bahasa Ibrani (dalam
satu riwayat: kitab berbahasa
Arab. dan dia menulis Injil
dengan bahasa Arab) akan apa
yang dikehendaki Allah untuk
ditulisnya. Ia seorang yang sudah
sangat tua dan tunanetra.
Khadijah berkata, Wahai putra
pamanku, dengarkanlah putra
saudaramu!' Lalu Waraqah
berkata kepada beliau, Wahai
putra saudaraku, apakah yang
engkau lihat?' Lantas Rasulullah
saw: menceritakan kepadanya
tentang apa yang beliau lihat.
Lalu Waraqah berkata kepada
beliau, 'Ini adalah wahyu yang
diturunkan Allah kepada Musa!
Wahai sekiranya saya masih
muda, sekiranya saya masih
hidup ketika kaummu
mengusirmu....' Lalu Rasulullah
saw. bertanya, 'Apakah mereka
akan mengusir saya?' Waraqah
menjawab, 'Ya, belum pernah
datang seorang laki-laki yang
(membawa seperti apa yang
engkau bawa kecuali ia ditolak
(dalam satu riwayat: disakiti /
diganggu). Jika saya masih
menjumpai masamu, maka saya
akan menolongmu dengan
pertolongan yang tangguh.'
Tidak lama kemudian Waraqah
meninggal dan wahyu pun
bersela, [sehingga Nabi saw.
bersedih hati karenanya -
menurut riwayat yang sampai
kepada kami[1] - dengan
kesedihan yang amat dalam yang
karenanya berkali-kali beliau
pergi ke puncak-puncak gunung
untuk menjatuhkan diri dari
sana. Maka, setiap kali beliau
sudah sampai di puncak dan
hendak menjatuhkan dirinya,
Malaikat Jibril menampakkan diri
kepada beliau seraya berkata,
'Wahai Muhammad,
sesungguhnya engkau adalah
Rasul Allah yang sebenarnya.'
Dengan demikian, tenanglah
hatinya dan mantaplah jiwanya.
Kemudian beliau kembali
pulang. Apabila dalam masa
yang lama tidak turun wahyu,
maka beliau pergi ke gunung
seperti itu lagi. Kemudian setelah
sampai di puncak, maka Malaikat
Jibril menampakkan diri kepada
beliau seraya berkata seperti
yang dikatakannya pada
peristiwa yang lalu -
6/68]." [Namus (yang di sini
diterjemahkan dengan Malaikat
Jibril) ialah yang mengetahui
rahasia sesuatu yang tidak
diketahui oleh orang lain 124/4].
4. Ibnu Abbas r.a. berkata,
"Rasulullah saw. adalah orang
yang paling suka berderma
[dalam kebaikan 2/228], dan
paling berdermanya beliau
adalah pada bulan Ramadhan
ketika Jibril menjumpai beliau. Ia
menjumpai beliau pada setiap
malam dari [bulan 6/102]
Ramadhan [sampai habis bulan
itu], lalu Jibril bertadarus Al-
Qur'an dengan beliau. Sungguh
Rasulullah saw. adalah [ketika
bertemu Jibril - 4/81] lebih
dermawan dalam kebaikan
daripada angin yang dilepas."
Catatan Kaki:
[1] Saya (Al-Albani) berkata,
"Yang berkata, 'Menurut riwayat
yang sampai kepada kami"
adalah Ibnu Syihab az-Zuhri,
perawi asli hadits ini dari Urwah
bin Zubair dari Aisyah. Maka,
perkataannya ini memberi kesan
bahwa tambahan ini tidak
menurut syarat Shahih Bukhari,
karena ini dari penyampaian az-
Zuhri sendiri, sehingga tidak
maushul, sebagaimana dikatakan
oleh al-Hafizh dalam Fathul Bari.
Karena itu, harap diperhatikan!"

RINGKASAN SHAHIH BUKHARI

Pendahuluan
Oleh: Muhammad Nashiruddin
Al-Albani
Segala puji bagi Allah. Kami
memuji-Nya, minta tolong
kepada-Nya, dan minta ampun
kepada-Nya. Kami mohon
perlindungan kepada Allah dari
kejahatan nafsu dan kejelekan
perbuatan kami. Barangsiapa
yang diberi petunjuk oleh Allah,
maka tiada yang dapat
menyesatkannya. Barangsiapa
yang disesatkan-Nya, maka tiada
yang dapat memberi petunjuk
kepadanya.
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan
selain Allah dan tiada sekutu
bagi-Nya, dan aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah
Rasulullah. "Hai orang-orang
yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dengan sebenar-
benar takwa kepada-Nya dan
janganlah sekali-kali kamu mati
melainkan dalam keadaan
beragama Islam." (Ali Imran:
102)
"Hai sekalian manusia,
bertakwalah kepada Tuhanmu
yang telah menciptakan kamu
dari diri yang satu, dan darinya
Allah menciptakan istrinya. Dari
keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-
laki dan wanita yang banyak.
Bertakwalah kepada Allah yang
dengan (mempergunakan)
nama-Nya kamu saling meminta
satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturahmi.
Sesungguhnya Allah selalu
menjaga dan mengawasi
kamu." (an- Nisaa': 1)
"Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kamu kepada Allah
dan katakanlah perkataan yang
benar, niscaya Allah
memperbaiki bagimu amalan-
amalanmu dan mengampuni
bagimu dosa-dosamu.
Barangsiapa menaati Allah dan
Rasul-Nya, maka sesunguhnya ia
telah mendapat kemenangan
yang besar." (al-Ahzab: 70-71)
Amma ba'du. Di antara
program-program (rencana) saya
yang telah lalu adalah
berkhidmat kepada Sunnah yang
suci, yang saya istilahkan dengan
"Mendekatkan Sunnah kepada
Umat". Saya membahasnya
dalam beberapa kitab saya. Di
antaranya adalah mukadimah
saya terhadap Ringkasan Shahih
Muslim oleh Hafidz al-Mundziri,
yaitu dari satu sisi membuang
isnad dan dari sisi lain
membedakan yang sahih dan
yang dhaif. Para Ulama telah
menyepakati dan tidak ada yang
membantah terhadap isnad
Shahih Bukhari dan Shahih
Muslim, sebagaimana yang telah
saya kembangkan dalam
mukadimah tersebut. Maka,
yang saya lakukan adalah
menghapus sebagian isnad dan
matan yang berulang-ulang.
Pertama kali yang saya lakukan
adalah mentahkik Ringkasan
Shahih Muslim,
menyebutkannya, menomori
hadits dan menjelaskan kata kata
yang sulit, membuat catatan
kaki, dan menerbitkannya di
Beirut. Tetapi, setelah selesai
mempelajarinya, tampak oleh
saya bahwa Al-Hafidz al-
Mundziri - semoga Allah
memberi rahmat kepadanya - di
dalam meringkas kitab tersebut
tidak hanya membatasinya
dengan membuang isnad dan
matan yang berulang-ulang saja.
Ia juga membuang sebagian
isinya.
Karena itu, kalau saya
mempunyai kesempatan, niscaya
saya akan meringkasnya sendiri
dengan metode khusus yang
saya ciptakan sendiri. Kiranya
Allah Yang Mahatinggi
menghendaki hal itu. Yaitu,
ketika saya ditakdirkan Allah
dipenjara pada tahun 1389 H /
1969 M bersama beberapa
ulama tanpa kesalahan yang
kami lakukan kecuali hanya
berdakwah kepada agama Islam
dan mengajarkannya kepada
masyarakat. Saya diseret ke
penjara Qal'ah di Damaskus.
Kemudian dikeluarkan setelah
dipenjara yang kedua kalinya
dengan menjalani hukuman
beberapa bulan. Saya hanya
mengharapkan pahala dari
Allah.
Allah telah menakdirkan
kesendirian saya di penjara yang
hanya ada buku yang saya cintai
Shahih Imam Muslim, pensil, dan
penghapus. Di penjara, saya
mewujudkan cita-cita saya dalam
meringkas dan memudahkannya
dengan menghabiskan waktu
sekitar 3 bulan. Saya bekerja
siang dan malam tanpa merasa
lelah ataupun bosan. Dengan
begitu, keinginan musuh-musuh
umat untuk membalas dendam
kepada kami ternyata berbalik
menjadi nikmat. Yakni, nikmat
yang bayang bayangnya
menaungi kaum muslimin
penuntut ilmu di manapun
mereka berada. Maka, segala
puji bagi Allah karena dengan
nikmat-Nya sempurnalah amal-
amal yang saleh.
Allah telah memudahkan bagi
saya dalam menyelesaikan
sejumlah besar tugas ilmiah yang
kiranya tidak ada kesempatan
bagi saya seandainya masih ada
sisa umur dan saya tempuh
metode yang biasa. Pihak
pemerintah berikutnya melarang
saya pergi ke kota-kota Suriah
untuk melakukan kunjungan
bulanan yang biasa saya lakukan
untuk mengajak masyarakat
supaya kembali kepada Al-
Qur'an dan as-Sunnah. Acara
tersebut terkenal dengan nama
"tahanan kota". Pada masa masa
itu, saya juga dilarang
menyampaikan pelajaran ilmiah
yang banyak menyita waktu saya.
Semua itu telah memalingkan
saya dari mengerjakan banyak
tugas, dan menghalangi saya
untuk bertemu dengan orang-
orang yang biasa memanfaatkan
waktu saya untuk mendapatkan
banyak hal (pengetahuan).
Setelah menelaah ringkasan
tersebut, sebagian ikhwan ingin
menerbitkannya. Akan tetapi,
sebelumnya saya merasa perlu
memulainya dengan meringkas
Shahih Imam Bukhari untuk
diterbitkan lebih dahulu.
Kemudian disusul dengan
menerbitkan ringkasan Shahih
Imam Muslim. Beberapa hari
kemudian saya mulai
mewujudkan keinginan tersebut.
Yaitu, meringkas Shahih Bukhari
dalam beberapa kesempatan
yang terpotong-potong, dan
dalam waktu berbulan-bulan.
Sehingga, dengan karunia dan
kemurahan-Nya, Allah
menakdirkan saya untuk
menyelesaikan tugas tersebut.
Kemudian Allah menghendaki
saudara kami Ustadz Zuhair asy-
Syawisy menerbitkannya. Saya
mempersiapkan segala
sesuatunya, yaitu menyiapkan
jenis jenis huruf dan tulisan,
supaya dapat diterbitkan kitab
yang mudah dimengerti oleh
pembaca dalam mengenal
macam-macam hadits yang ada
di dalamnya. Apakah hadits itu
musnad yang maushul, mu'allaq
marfu', atau atsar mauquf
sebagaimana yang menjadi ciri
khas takhrij dan catatan kaki
saya.
Secara lamban buku tersebut
dicetak pada tahun 1394 H
kemudian indeksnya dicetak di
Beirut pada tahun 1399 H.
Terjadilah beberapa peristiwa
yang menyedihkan, yaitu kami
kehilangan hal-hal yang menjadi
kelaziman suatu kitab[1] yang
karenanya Saudara Zuhair
terpaksa menggambarkan
kelaziman-kelaziman dan
bagian-bagian kitab itu. Maka,
dapatlah - dan segala puji bagi
Allah - dikembalikan bagian
pertama kitab itu secara lengkap,
dengan berharap kepada Allah
semoga Dia memberikan
kemudahan untuk segera
menghidangkannya kepada
masyarakat.
Tindakan yang Saya Lakukan
dalam Meringkas Kitab Ini
Di dalam meringkas Shahih
Imam Bukhari, saya
menggunakan metode ilmiah
yang cermat. Saya kira saya telah
menerapkannya pada semua isi
hadits Bukhari, atsar-atsarnya,
kitab-kitabnya, dan bab-babnya.
Tidak ada satu pun yang
terluput, insya Allah, kecuali apa
yang tidak dapat dihindari
sebagai tabiat manusia (khilaf
dan lupa).
Perinciannya sebagai berikut:
1. Saya buang semua isnad
hadits tanpa tersisa kecuali nama
sahabat perawi hadits yang
langsung dari Nabi saw.. Juga
kecuali perawi-perawi yang di
bawah sahabat yang tak dapat
dihindari karena keterlibatannya
dalam kisah, sedang riwayat itu
tidak sempurna kecuali dengan
menyebutkan mereka.
2. Telah dimaklumi oleh orang-
orang yang mengerti kitab
Shahih Bukhari bahwa ia
mengulang-ulang hadits dalam
kitabnya itu dan
menyebutkannya dalam
beberapa tempat, kitab-kitab,
dan bab-bab yang berbeda-
beda, dan dengan riwayat yang
banyak jumlahnya. Terkadang ia
menggunakan jalan periwayatan
lebih dari satu, sekali tempo
ditulisnya hadits itu dengan
panjang, dan pada waktu yang
lain dengan ringkas. Berdasarkan
hal itu, saya pilih di antara
riwayat-riwayat yang diulang itu
yang paling lengkap dan saya
jadikan sebagai pokok dalam
ringkasan ini. Akan tetapi, saya
tidak berpaling dari riwayat-
riwayat yang lain. Bahkan, saya
menjadikannya sebagai kajian
khusus, untuk mencari-cari
barangkali di sana terdapat
faedah tertentu. Atau, untuk
menambah sesuatu yang tidak
terdapat dalam riwayat yang
dipilih, lalu saya ambil dan saya
gabungkan ke dalam yang
pokok.
Penggabungan tersebut
menggunakan dua bentuk:
Pertama, apabila ada tambahan,
digabungkan sesuai dengan
aslinya dan diatur sesuai dengan
tingkatan dan urutannya.
Sehingga, pembaca yang
budiman tidak merasa bahwa itu
adalah tambahan. Kemudian
saya letakkan di antara dua
kurung siku [], misalnya apa
yang ada pada sebagian karya
saya seperti Shifatush Shalah,
Hijjatun-Nabi, dan Ahkamul
Janaiz.
Kedua, jika tambahan itu tidak
teratur sesuai dengan tingkatan
dan urutannya, maka saya
letakkan diantara tanda kurung
dan saya katakan: (dan dalam
riwayat ini dan ini). Apabila
riwayat itu dari jalan lain dari
sahabat yang meriwayatkan
hadits tersebut, saya katakan:
(dan dalam satu jalan
periwayatan) atau (dan dalam
jalan periwayatan yang kedua).
Apabila terdapat tambahan lain
dari jenis jalan periwayatan yang
ketiga, saya katakan: (dan dalam
jalan yang ketiga). Dengan
demikian, tujuan menjadi jelas,
yaitu dapat memberi manfaat
kepada pembaca dengan
menggunakan ungkapan yang
sangat singkat, bahwa hadits
tersebut tidak gharib 'asing' dan
sendirian periwayatannya dari
sahabat tersebut. Pada masing-
masing bentuk tadi saya letakkan
nomor juz dan halaman dari
cetakan Istambul pada tahun
(.....) di akhir tambahan sebelum
tanda kurung tutup.
3. Hadits shahih dari segi
isnadnya menurut para ulama
dibagi menjadi dua. Pertama,
hadits maushul, yaitu hadits di
mana penyusun menyebutkan
isnadnya yang bersambung
hingga para perawinya dari
kalangan sahabat, itu termasuk
sebagian atsar yang mauquf
pada sahabat atau yang lainnya.
Kedua, hadits mu'allaq, yaitu
penyusun tidak menyebutkan
isnadnya sama sekali atau
disebutkan sebagian dari yang
paling tinggi derajat nya dengan
men-ta'liq-kannya pada sahabat
atau lainnya, terkadang
sanadnya adalah guru-guru
Imam Bukhari. Bagian ini dibagi
menjadi dua macam, yaitu
marfu' dan mauquf yang tidak
semuanya sahih menurut
penyusun dan para ulama
sesudahnya karena di dalamnya
terdapat hadits sahih, hasan, dan
dhaif.[2] Matan ini juga saya
bawakan dalam Mukhtashar
'Ringkasan' ini, tetapi saya
bermaksud mentakhrijnya pada
catatan kaki dengan menjelaskan
tingkatannya dengan isnadnya
itu sendiri atau lainnya jika hadits
itu marfu'. Apabila dari atsar
mauquf, maka saya cukupkan
dengan mentakhrijnya saja, dan
jarang sekali saya menyebutkan
derajatnya (tingkatannya).
4. Kemudian saya memberi
nomor pada ketiga jenis hadits
tersebut dengan nomor khusus,
dan setiap hadits mempunyai
ukuran yang berbeda. Hadits
yang musnad mempunyai
nomor-nomor khusus yang
berurutan, dan hadits yang
marfu' mu'allaq mempunyai
nomor-nomor khusus yang
berurutan pula. Begitu juga atsar
yang mauquf mempunyai
nomor-nomor khusus pula.
Manfaatnya ialah bahwa apabila
kitab itu telah selesai, maka akan
mudah diketahui jumlah setiap
hadits dari ketiga jenis tersebut.
[3]
5. Saya memberi nomor pada
kitab-kitab dalam Shahih Bukhari
ini dengan nomor-nomor yang
berurutan[4] begitu juga pada
semua bab. Dalam setiap babnya
saya beri nomor yang berurutan,
dengan memperhatikan setiap
bab dari bab-bab yang ada. Hal
itu karena telah populer di
kalangan para ulama bahwa
fiqih Bukhari itu ada dalam judul
bab-babnya. Kemudian saya
membuang satu bab yang di
dalamnya tidak ada judulnya di
mana Imam Bukhari menulis
"Bab" tanpa tambahan apa-apa
lagi. Apabila di bawah jenis itu
ada hadits yang terdapat dalam
Ash-Shahih, kemudian di dalam
ringkasannya perlu dibuang,
sehingga tinggal bab tanpa
hadits, maka dalam kondisi
semacam ini saya membuang
bab tersebut karena jika
dibiarkan tidak ada manfaatnya.
Hanya saja saya membuangnya
dengan nomornya sekaligus
sebagai tanda pembuangan.
Tujuan dari penomoran dalam
paragraf ini adalah agar indeks
pada kitab-kitab hadits Kutubus-
Sittah dapat dipergunakan dalam
Mukhtashar ini sebagaimana
dipergunakan pada aslinya,
untuk mempermudah mencari
suatu hadits manakala
diperlukan.
Pada catatan kaki, saya jelaskan
kata-kata yang sulit dan sebagian
kalimat yang samar,
sebagaimana yang sering saya
lakukan pada karya ilmiah saya.
Kemudian saya cantumkan pada
setiap jilid indeks buku secara
terinci baik untuk kitab-kitabnya,
bab-babnya maupun haditsnya
dengan tiga bagiannya itu.
Selanjutnya saya berniat
memberi indeks secara terinci,
yang di antaranya memuat
indeks khusus untuk lafal-
lafalnya dalam jilid tersendiri -
mudah-mudahan Allah swt.
mengizinkan - yang sekiranya
memudahkan pembaca untuk
mencari hadits dari kitab
tersebut dalam waktu singkat.
Saya memohon kepada Allah
Yang Mahasuci dan Mahatinggi
semoga Dia berkenan
menjadikan apa yang saya
lakukan ini sebagai amal yang
ikhlas karena-Nya, dan mudah-
mudahan bermanfaat bagi kaum
muslimin di belahan bumi bagian
timur dan barat. Semoga Allah
menyimpan pahalanya untuk
saya hingga, "Pada hari ketika
harta dan anak laki-laki tidak
berguna kecuali orang-orang
yang menghadap Allah dengan
hati yang bersih." (asy-Syu'araa':
88-89)
Segala puji bagi Allah Tuhan
semesta alam.
Beirut, awal Rajab 1399 H
Penulis,
Muhammad Nashiruddin al-
Albani
Catatan Kaki:
[1] Pada saat memindahkan
kelaziman-kelaziman kitab ke
laboratorium penjilidan, saya
kehilangan mobil yang
mengangkutnya. Selang
beberapa lama kembalilah
beberapa orang yang tadi ada
dalam mobil itu dan mereka
mengabarkan terbunuhnya
saudara Fauzi Ka'kati, semoga
Allah memberi rahmat
kepadanya. Padahal, hubungan
saya dengan dia seperti saudara
dan anak. Dia baru saja menikah
tidak lebih dari 15 hari yang lalu.
Semoga Allah memasukkannya
ke dalam surga dan
membebaskan Lebanon dari
cobaan yang mengancam
kehidupan orang-orang yang
merdeka dan menghalangi
manusia untuk mendapatkan
keamanan dan melakukan
usaha. Innaa lillaahi wa innaa
ilaihi raaji'uun, sesungguhnya
kami adalah milik Allah dan
kepada-Nyalah kami kembali.
Demikianlah saya kehilangan
sebagian besar kelaziman-
kelaziman buku. Kemudian
gudang yang dibuat menyimpan
sisa kelaziman-kelaziman buku
itu terbakar, sehingga hilanglah
sebagian besar kelaziman-
kelaziman itu. Tiada daya dan
kekuatan kecuali dengan
pertolongan Allah, Ya Allah,
berilah pahala kepada kami atas
musibah yang menimpa kami
dan gantilah untuk kami yang
lebih baik dari ini (Zuhair).
[2] Sebagaimana telah
diterangkan oleh al-Hafizh Ibnu
Hajar al-Aqlani dalam
pendahuluan Fathul Bari
(halaman 11-13, terbitan an-
Nayyiriyah)
[3] Yang dalam juz ini terdapat:
[4] - Jumlah kitab (buku)
sebanyak 33 kitab.
- Jumlah hadits marfu'
sebanyak 998 hadits.
- Jumlah hadits mu'allaq
marju' sebanyak 317 hadits, dan
- Jumlah atsar mauquf
sebanyak 409 atsar.
Sumber: Ringkasan Shahih
Bukhari - M. Nashiruddin Al-
Albani - Gema Insani Press

Berbagi Sajadah

MEMBAGI SAJADAH

Pernahkah anda membagi sajadah untuk teman jamaah disisi anda?
Ataukah sajadah anda hanya khusus buat anda seorang?
Sukarman, seorang tukang becak yang biasa mangkal di depan stasiun KA, tergopoh-gopoh menuju masjid. Muadzin belum selesai adzan, ia berwudlu dan dengan sigap menuju pojok depan, shof favoritnya. Tampak pula datang orang kantoran berbaju masuk duduk dan kemudian berdiri sewaktu iqamat telah dikumandangkan. Ia menggelar sajadah miliknya berbagi tempat sujud dengan tukang becak, ia pun tersenyum pada sukarman.
Di suatu malam hendak pulang, sukarman dikejutkan oleh riuh ramai kerumunan masya di pinggir jalan. Setelah mendekat ia pun turun dari becaknya dan masuk pada kerumunan tsb.
"Iya.. Ini tabrak lari." kata seorang warga.
Ia teliti korban tsb, kaki dan tubuhnya berlumuran darah. Ia pandang mukanya, "Masya allah, bukankah ini orang yang berbagi sajadah denganku tempo hari itu." gumam sukarman.
"Sampean kenal orang ini Cak?" tanya seorang warga.
"iYo.. Iki kancaku." sahut sukarman.
Dengan cepat ia bopong tubuh itu ke becaknya. Segera ia kayuh becak dengan kecepatan maksimal. Sementara warga dan polisi mengamankan motor yang luluh lantah.
"Bapak keluarganya?" tanya penjaga UGD. "Mohon tanda tangan disertai nama asli."
Sukarman pun hanya nurut untuk tera tanda tangan. Pandangannya begitu sayu menatap korban yang baru saja ia tolong. Muka hingga kakinya penuh perban.

MASIHKAH BERANGGAPAN TUHAN TIDAK ADIL?

Seekor keong muda tampak memperhatikan kegiatan satwa di kelilingnya. Ada burung-burung yang mampu terbang tinggi. Sejumlah kelinci yang asyik berlari-larian di rerumputan hijau, melompat kesana dan kemari. Ikan-ikan yang begitu menikmati sejuknya alam air danau yang begitu luas.
“Aih asyiknya mereka,” ucap sang keong menampakkan kekaguman. Saat itu juga, sang keong muda menyadari sesuatu dari dirinya yang dirasa begitu banyak kekurangan. Ia tak bisa terbang seperti burung. Tak bisa berjalan cepat, apalagi berlari dan melompat, seperti kelinci. Dan tak bisa berenang seperti ikan-ikan.
“Andai aku seperti mereka…,” gumam sang keong memperlihatkan penyesalan diri.
Bayangan wajah-wajah ceria para hewan di sekitarnya kian membuat dirinya merasa terpuruk. “Tuhan tidak adil!” ucapnya kemudian.
Di luar kesadaran sang keong muda, seekor keong tua menghampiri.
“Jangan berpikir picik tentang keadilan Tuhan, anakku!” ucapnya bijaksana.
“Berbaik sangkalah kepada Yang Maha Bijaksana, suatu saat, kau akan tahu di balik rahasia ciptaan-Nya…,” sambung sang keong tua sambil berlalu meninggalkan sang keong muda yang masih kebingungan.
Belum lagi kebingungan itu hilang, si keong muda dikejutkan dengan suara pekikan tiga ekor burung elang yang meliuk-liuk di udara.
Ketiganya pun menukik ke arahnya, ikan, dan kelinci. Spontan, tubuh sang keong menyusut dan langsung tertutup rumahnya yang begitu keras.
Burung elang yang gagal
memangsanya pun terbang meninggalkan diri sang keong yang mulai mengintip ke arah ikan dan kelinci.
Begitu miris, seekor ikan dan kelinci sudah berada dalam genggaman kaki dua ekor elang yang langsung terbang membawa mangsanya ke arah ketinggian. Saat itulah, ia tersadar sesuatu.
“Ah benar apa yang dikatakan keong tua tadi. Begitu banyak rahasia di balik keadilan Yang Maha Pencipta,” ucapnya membatin.

@ @ @

Salah satu kelemahan kita adalah ketidakmampuan
menangkap rahasia keunggulan diri yang telah disediakan oleh Yang Maha Bijaksana. Paradigma berpikir negatif kian menjerumuskan kita kepada sebuah gugatan tentang keadilan Tuhan. Perhatikanlah, dan bukalah tempurung
kepicikan diri yang telah
mengungkung kita dalam
kegelapan cara berpikir dan bertindak.
Berusaha dan bersyukurlah, suatu saat, akan kita temukan begitu banyak anugerah Allah dalam diri kita yang tersekat oleh cara kita melihat diri kita sendiri.

PESAN TIKET NERAKA

Dalam sebuah perjalanan yang cukup panjang, di sebuah bus AKDP (Antar Kota Dalam Provinsi), ada seorang perempuan muda berpakaian kurang layak untuk dideskripsikan sebagai penutup aurat, karena menantang kesopanan. Ia duduk diujung kursi dekat pintu keluar. Tentu saja dengan cara pakaian MINIM seperti itu mengundang 'perhatian' kalau bisa dibahasakan sebagai keprihatinan sosial. Seorang bapak setengah baya yang kebetulan duduk di sampingnya mengingatkan bahwa pakaian yang dikenakannya bisa mengakibatkan sesuatu yang tak baik bagi dirinya sendiri.
Disamping itu, pakaian tersebut juga melanggar aturan agama dan norma kesopanan. Orang tua itu bicara agak hati-hati, pelan-pelan, sebagaimana seorang bapak terhadap anaknya. Apa respon perempuan muda tersebut?
Rupanya dia tersinggung, lalu ia ekspresikan kemarahannya karena merasa hak privasinya terusik. Hak berpakaian menurutnya adalah hak prerogatif seseorang, sexi adalah seni!
"Jika memang bapak mau, ini ponsel saya. Tolong telpun penjaga neraka, pesankan saya pada Tuhanmu satu tiket neraka untukku!"
Sebuah respon yang sangat frontal. Orang tua berjenggot itu hanya beristighfar. Ia terus menggumamkan kalimat-kalimat Allah. Penumpang lain yang mendengar kemarahan si wanita ikut kaget, lalu terdiam. Detik-detik berikutnya, suasana begitu senyap. Beberapa orang terlihat kelelahan dan terlelap dalam mimpi, tak terkecuali perempuan muda itu. Lalu sampailah perjalanan di penghujung tujuan, di terminal terakhir bus. Kini semua penumpang bersiap-siap untuk turun, tapi mereka terhalangi oleh perempuan muda tersebut yang masih terlihat tidur, karena posisi tidurnya berada dekat pintu keluar.
"Bangunkan saja!" kata seorang penumpang.
"Iya, bangunkan saja!" teriak yang lainnya. Gadis itu tetap bungkam, tiada bergeming.
Salah seorang mencoba penumpang lain yang tadi duduk di dekatnya mendekati si wanita, dan menggerak-gerakkan tubuh si gadis agar posisinya berpindah. Namun, astaghfirullah! Apakah yang terjadi?
Perempuan muda tersebut benar-benar tidak bangun lagi. Mulutnya mengeluarkan busa seperti orang kecanduan atau mabuk. Ia menemui ajalnya dalam keadaan memesan neraka!
Kontan seisi bus berucap istighfar, kalimat tauhid serta menggumamkan kalimat-kalimat Allah sebagaimana yang dilakukan bapak tua yang duduk di sampingnya. Ada pula yang histeris meneriakkan Allahu Akbar dengan linangan air mata. Sebuah akhir yang menakutkan. Mati dalam keadaan menantang Tuhan.
Seandainya tiap orang
mengetahui akhir hidupnya….
Seandainya tiap orang menyadari hidupnya bisa berakhir setiap saat…
Seandainya tiap orang takut bertemu dengan Tuhannya dalam keadaan yang buruk…
Seandainya tiap orang tahu bagaimana kemurkaan Allah…
Sungguh Allah masih menyayangi kita yang masih terus dibimbing-Nya. Allah akan semakin mendekatkan orang-orang yang dekat dengan-NYA semakin dekat. Dan mereka yang terlena seharusnya segera sadar… mumpung kesempatan itu masih ada!

SEPASANG SANDAL JEPIT

Suatu hari, Agung, seorang anak miskin berjalan sempoyongan dari rumah ke rumah, hanya untuk menjual suara serulingnya demi membiayai sekolahnya. Ia merasa sangat tersiksa oleh terik matahari. Kakinya melepuh menahan panas siang itu. Hasil serulingnya baru mendapat uang Rp.250 saja. Karena tak tahan lapar, ia memutuskan untuk meniup sulingnya dan minta makan di rumah berikutnya, namun segera hilang
keberaniannya ketika seorang gadis cantik membukakan pintu.
Sebagai gantinya ia minta air putih saja. Gadis itu melihat bahwa si anak kecil tampak kelaparan, ia lalu membawakannya makanan plus segelas air. Anak itu pun meminumnya perlahan-lahan. Usai makan dan minum, gadis tsb mengulurkan sepasang sandal.
"Nih sandal aku, kamu pake aja, biar kakimu gak melepuh lagi." kata gadis itu.
"Oh iya namaku maisaroh. Kelas 5 SD, kamu kelas berapa?
“Aku Agung kelas 1 tsanawiyah. Oh ya, Berapa harus kubayar makan, minum dan sepasang sandal jepit ini?” kata anak itu.
“Kau tidak harus membayar apa-apa,” jawab si gadis. “Ibu melarangku menerima pembayaran atas kebaikan yang kulakukan.”
“Bila demikian, ku ucapkan terima kasih banyak dari lubuk hatiku.”
Agung lalu meninggalkan rumah itu. Ia tidak saja lebih kuat badannya, tapi keyakinannya kepada Alloh dan kepercayaannya kepada sesama manusia menjadi semakin mantap. Sebelumnya ia telah merasa putus asa dan hendak menyerah pada nasib.
Beberapa tahun kemudian maisaroh, si gadis itu menderita sakit parah. Para dokter setempat kebingungan sewaktu mendiagnosa penyakitnya.
Mereka lalu mengirimnya ke kota besar dan mengundang beberapa dokter ahli untuk mempelajari penyakit langka si pasien. Dokter Agung akhirnya dipanggil ke ruang konsultasi untuk dimintai pendapat. Ketika mendengar nama kota asal si pasien, terlihat pancaran aneh di mata Dokter Agung. Ia segera bangkit lalu berjalan di lorong rumah sakit dengan berpakaian dokter untuk menemui si pasien.
Dokter Agung segera mengenali wanita sakit itu. Ya, itu adalah maisaroh, gadis yang dulu memberinya sepasang sandal jepit. Ia lalu kembali ke ruang konsultasi dengan tekad untuk menyelamatkan nyawanya. Sejak hari itu Dokter Agung memberikan perhatian khusus pada kasus si pasien. Setelah dirawat cukup lama, akhirnya si pasien bisa disembuhkan.
Dokter Agung meminta kepada bagian administrasi agar tagihan rumah sakit diajukan kepadanya dahulu untuk disetujui sebelum diserahkan kepada si pasien.
Nota tagihan pun kemudian dikirimkan ke kantor Dokter Agung. Ia mengamati sejenak lalu menuliskan sesuatu di pinggirnya. Tagihan itu kemudian dikirimkan ke kamar pasien. Si pasien takut membuka amplop nota tagihan karena yakin bahwa untuk dapat melunasinya ia harus menghabiskan sisa umurnya. Akhirnya, tagihan itu dibuka dan pandangannya segera tertuju pada tulisan di pinggir tagihan itu:

Telah dibayar lunas dengan sepasang sandal jepitmu.
Tertanda
DR. Agung Syahputra
(peniup seruling jalanan yang kakinya melepuh)

Air mata bahagia membanjiri mata si pasien. Ia berkata dalam hati,“Terima kasih Alloh, cinta-Mu telah tersebar luas lewat hati dan tangan manusia.”

Bismillah ar-rahman ar-rahim

SEBAGIAN DARI IMAN

"Ma..! Tadi di sekolah adik dipasang tulisan guuede banget!" gadis kecil ini bercerita setelah ibunya pulang kantor.
"Tulisan apa sayang?" sahut ibunya.
"Kebersihan sebagian dari iman, maksudnya apa ma?"
"Oh itu, maksudnya, orang yang beriman dan percaya sama Allah swt itu selalu cinta kebersihan dan selalu menjaga kebersihan. Gak boleh kumuh dan kotor!" jelas sang ibu.
"Contohnya ma?" tanya adik
"Kayak baju kerja mama ini, sayang. Baju itu bila sudah dipakai dua kali maka harus dicuci supaya tetap bersih dan suci. Dan juga terhindar dari penyakit kulit!"
"Iya ya.. Dua kali pake trus dicuci. Tapi adik bingung deh ma?"
"Adik Bingung apa, hayo?" tanya mama lagi.
"Kalau mukena mama kenapa 35 kali pake, cuma dicuci sekali. Sehari kan dipake lima kali, dalam seminggu kan berarti dipake 35 kali ma? Kenapa gak dua kali pake ma?"
Sang mama hanya berdecak-decak... "ck ck ck Kamu memang bener-bener anak mama deh!"